KERJA = JODOH ?
Ada yang bilang "kalau namanya sebuah kerjaan (baca: perusahaan) sudah jodohnya kita, ngga akan lari kemana."
Konsep perjodohan ini agak menarik. Bagaimana tidak, istilah yang tadinya dipakai untuk urusan rumah tangga, lambat laun disematkan kepada urusan lain yang kira-kira nyambung saja. Kerjaan? jodoh. Partner bisnis? jodoh. Beli properti? jodoh. Sampai menentukan merk air mineral galonan pun bawa-bawa perjodohan.
Sayangnya guys, jodoh itu kadang suka over-rated. Argumentasinya begini. Jodoh itu konsep awalnya kan untuk urusan rumah tangga. Nah, untuk menggenapi makna konsep aslinya saja terkadang kata "jodoh" itu suka meleset. Maksudnya, kalau kita bicara soal perjodohan rumah tangga, sepasang suami isteri yang sudah puluhan tahun membina pernikahan saja bisa pisah. Sepasang lelaki-perempuan yang sudah menikah, punya anak-cucu, dilabeli sebagai couple of the century saja (tentunya ini contoh ekstrim, ya) bisa terkena prahara sedemikian besarnya, sehingga akhirnya harus menempuh perpisahan. Padahal semua tetangga satu kecamatan berkata mereka adalah "jodoh".
Kalau untuk memenuhi makna aslinya saja bisa gagal, apalagi soal yang lain? Apa yang bisa menjamin sebuah pekerjaan itu jodoh atau bukan? Apa yang bisa memastikan satu perusahaan itu adalah jodohnya kita, dan bukan perusahaan yang lain? Apa yang bisa membuat yakin kalau masuk (atau keluar) perusahaan tertentu akan membuat hidup kita lebih baik?
Yang jelas, bukan jodoh.
Bekerja (termasuk mencari pekerjaan, meniti karir, menyelesaikan tugas, dan lainnya) adalah pilihan. Pilihan-pilihan tersebut kita ambil secara sadar, dengan pertimbangan logis, perencanaan yang matang, dan memperhitungkan segala pro dan kontra yang ada.
Ketika kita memilih sebuah perusahaan untuk berkarir, pastikan itu sudah melewati hitung-hitungan yang baik. Jenis pekerjaan, reputasi perusahaan, atasan, gaji, peluang karir kedepan, dan lainnya. Bagaimana bisa tahu semuanya padahal belum masuk kerja? Itulah gunanya interview. Interview bukan hanya dipakai perusahaan untuk melihat OK atau tidaknya kita buat mereka, tetapi demikian sebaliknya, kita juga dapat memakai momen interview untuk melihat OK atau tidaknya perusahaan tersebut buat kita. Gunakan itu dengan baik.
Bekerja (termasuk mencari pekerjaan, meniti karir, menyelesaikan tugas, dan lainnya) adalah perjuangan. Karena setelah kita membuat pilihan, pilihan tersebut tidak akan secara ajaib mengubah nasib kita menjadi lebih baik. Kita tetap harus berjuang, kadang setengah mati, kadang tujuh-perdelapan mati, bahkan kadang keburu mati duluan, sebelum melihat buah dari pilihan kita.
Ketika kita diterima di sebuah perusahaan, saat itulah perjuangan kita dimulai. Bagi karyawan percobaan, jadikan tiga bulan pertama sebagai ujian naik kelas. Bagi yang kontrak, sama saja. Gunakan periode kontrak sebagai ajang unjuk gigi. Ingat, tidak ada yang kebal di sebuah perusahaan. Owner dan founder saja bisa di depak loh*, apalagi cuma karyawan percobaan. Jangan lengah, jangan jumawa, jangan belagu karena sudah diterima kerja. Cari tahu apa yang dibutuhkan untuk sukses, lalu lakukan itu.
Bekerja (termasuk mencari pekerjaan, meniti karir, menyelesaikan tugas, dan lainnya) adalah perkara tanggung jawab. Karena begitu menjalani dan memperjuangkan pilihan kita, kadang hal tersebut membawa pada kekecewaan, sakit, dan tidak jarang patah hati yang parah. Namun, karena kita sudah memilih, seharusnya kita sudah tahu konsekuensinya apa. Jangan memilih sesuatu karena kelihatannya gampang. Jangan berjuang karena tampaknya mudah dimenangkan. Bertanggung jawablah atas perjuangan dan pilihan kita. Itu yang menunjukkan kedewasaan kita.
Dalam pekerjaan, pastinya ada naik turun. Kadang ada bos yang rese, ada rekan kerja yang nyebelin, bawahan yang ngga tau diuntung, kerjaan yang seperti film Mission Impossible, dan lainnya. Di saat-saat seperti itu, lari adalah opsi yang sungguh menyenangkan. Sah-sah saja sih kalau mau lari. Tetapi akan lebih baik bila kita berhasil mengatasi permasalahan itu dulu. Dengan begitu, kemampuan kita akan semakin terasah, kedewasaan kita akan semakin teruji.
Dan akhirnya, kehidupan profesional (termasuk mencari pekerjaan, meniti karir, menyelesaikan tugas, dan lainnya) adalah sebuah proses. Ketika semua sudah kita lakukan: membuat pilihan, berjuang dan bertanggung jawab atas pilihan tersebut, kadang kita tetap belum dapat memetik hasil yang kita inginkan. Segala sesuatunya butuh proses. Disinilah komitmen dan konsistensi kita di uji. Kadang kita terlalu cepat menyerah, padahal garis finish sudah ada persis dibalik tikungan terakhir.
Menjalani kehidupan profesional itu juga sama. Segalanya adalah proses. Ada orang-orang yang menggampangkan segala sesuatu dengan membutnya menjadi perkara jodoh/bukan jodoh; bahwa jika berhasil maka disebut jodoh, bila gagal maka bukan jodoh. Jika dapat kerjaan A disebut jodoh, lalu ketika 2 bulan kemudian ada tawaran baru dari perusahaan lain, si A langsung disebut bukan jodoh. Menganalogikan pekerjaan sebagai sebuah perjodohan sungguh merupakan simplifikasi berlebihan dari salah satu proses terpenting dalam hidup.
Jangan percaya pada anggapan pekerjaan adalah soal jodoh-jodohan. Selain hanya bualan, ini juga akan membuat kita mudah lari dari tanggung jawab kita sebagai manusia. Begitu ada yang tidak beres terjadi, kita cukup berkata: “Bukan jodoh lah yaa”. Dengan demikian, kita tidak akan mampu belajar maksimal dari proses tersebut.
Bekerja tidak pernah menjadi persoalan jodoh. Bekerja itu murni pilihan, perjuangan, tanggung jawab, dan di atas segalanya: sebuah proses hidup. Jalani proses itu dengan pertimbangan yang matang, perencanaan dan eksekusi yang baik, serta kemauan untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Jalani proses tersebut, sama seperti kita menjalaninya untuk menemukan pasangan terbaik, memilih rumah tinggal, mendapatkan rekan kerja yang pas, dan (bisa jadi) menentukan apakah akan menggunakan Aqua atau Le Minerale.
* Steve Jobs, pendiri Apple, pernah dipaksa keluar dari perusahaan yang didirikannya sendiri di tahun 1985 oleh Dewan Direksi.
About Jeff:
Jeffrey Pratama adalah seorang praktisi Human Resource yang telah 15 tahun berkarir di beberapa perusahaan terbaik di Industrinya. Selain sebagai seorang Executive Professional, Jeffrey juga merupakan seorang Coach yang tersertifikasi, dengan passion yang mendalam di bidang pengembangan diri dan karir, khususnya bagi anak-anak muda. Penggemar music jazz dan klub sepakbola Manchester United ini juga penikmat setia buku-buku, khususnya yang terkait dengan pengembangan diri dan bisnis
TERBARU - Review Buku
Review Buku Novelist as a Vocation - Har…
01-03-2023 Dipidiff

New York Times Best Seller Sunday Times and New Stateman Book of The Year A Most Anticipated Book: Esquire, Vulture, LitHub, New York Observer Judul : Novelist as a Vocation Penulis : Haruki Murakami Alih Bahasa...
Read moreReview Buku Earthlings - Sayaka Murata
14-02-2023 Dipidiff

A New York Times Book Review Editors' ChoiceNamed a Best Book of the Year by the New York Times, TIME and Literary HubNamed a Most Anticipated Book by the New York Times, TIME, USA Today, Entertainment Weekly, the Guardian, Vulture, Wired, Literary Hub, Bustle, PopSugar, and Refinery29 Judul...
Read moreReview Buku Kiki's Delivery Service - Ei…
21-12-2022 Dipidiff

A Junior Library Guild Selection. Kiki's Delivery Service is a Japanese classic, beautifully translated by Emily Balistrieri and brought to life with exquisite illustrations by Joe Todd-Stanton. Judul : Kiki's Delivery Service Penulis...
Read moreReview Buku Hayya - Helvy Tiana Rosa …
19-12-2022 Dipidiff

Judul : Hayya Penulis : Helvy Tiana Rosa & Benny Arnas Jenis Buku : Fiksi Religi Penerbit : Republike Penerbit Tahun Terbit : Juni 2022 Jumlah Halaman : 294 halaman Dimensi Buku : 14 x 3...
Read more