0

Review Buku Earthlings - Sayaka Murata

Published: Tuesday, 14 February 2023 Written by Dipidiff

New York Times Book Review Editors' Choice
Named a Best Book of the Year by the 
New York TimesTIME and Literary Hub
Named a Most Anticipated Book by the 
New York TimesTIMEUSA TodayEntertainment Weekly, the GuardianVultureWiredLiterary HubBustlePopSugar, and Refinery29

 

Judul : Earthlings

Penulis : Sayaka Murata

Jenis Buku : Contemporary Literature & Fiction, Literary Fiction, Magical Realism

Penerbit : Granta Books

Tahun Terbit : July 2021

Jumlah Halaman :  256 halaman

Dimensi Buku : 12.90 x 19.80 x 2.10 cm

Harga : Rp. 210.000*harga sewaktu-waktu dapat berubah

ISBN : 9781783785698

Paperback

Edisi Bahasa Inggris

Available at PERIPLUS BANDUNG Bookstore (ig @Periplusbandung)

 

 

 

Sekelumit Tentang Isi

Natsuki berbeda dengan gadis-gadis lain. Dia memiliki tongkat dan cermin transformasi pemberian Piyyut, pelindung Natsuki yang berasal dari planet Popinpobopia. Natsuki mungkin penyihir, atau alien dari planet lain. Bersama sepupunya Yuu, yang yakin bahwa dia alien, Natsuki menghabiskan musim panasnya di pegunungan liar Nagano, memimpikan dunia lain. Kehidupan Natsuki dan Yuu tidak mudah. Sementara Yuu berjuang mengurus ibunya yang depresi dan ingin bunuh diri, Natsumi tidak merasa diterima di keluarganya, sering dihina, dipukul dan dianggap tidak ada. Setelah kejadian pelecehan seksual yang ia alami, Natsuki dan Yuu melakukan sesuatu yang berujung insiden dimana mereka dipisahkan oleh keluarga. Janji mereka untuk bertahan hidup, apa pun yang terjadi, tersimpan dalam memori, terkubur rapat seiring bertambahnya usia menuju dewasa. Natsuki yang sudah dewasa kini menjalani hidupnya dengan tenang bersama suaminya yang aseksual, bertahan hidup sebaik mungkin dengan berpura-pura normal. Namun tuntutan keluarga Natsuki semakin meningkat, teman-temannya bertanya-tanya mengapa dia masih belum hamil, dan bayangan gelap dari masa kecil Natsuki mengejarnya. Didorong keinginannya untuk mengabulkan permintaan suaminya, Tomoya, yang ingin mengistirahatkan diri dari tekanan mental, Natsuki akhirnya ke rumah pegunungan di masa kecilnya, dan bersiap untuk bertemu dengan Yuu kembali. Apakah Yuu masih ingat janji mereka? Dan seperti apakah pertemuan ini akan berakhir?

 

Rekomendasi

Buku ini saya rekomendasikan hanya kepada pembaca dewasa yang mencari bacaan yang berbeda, tentang tokoh yang dikesampingkan dalam masyarakat, yang merasa tertekan dengan tuntutan dan peran sosial, dan karenanya buku ini berisi pemikiran dan tingkah laku yang sangat berbeda atau bisa dikatakan menyimpang dari norma yang ada. Di satu sisi kisah ini menyedihkan dan tragedi, di sisi lain ceritanya sendiri bisa jadi sulit dicerna, sulit ditalar, absurd, aneh, dan memualkan.

Catatan: pelecehan seksual, legal murder, mental illness, delusion, kanibalisme, disfungsi keluarga, kekerasan fisik dan verbal, incest, dll. 

 

 

This Book Review Might Have Spoiler!

 

Tokoh dan Karakter

- Mom, sering membanding-bandingkan Natsuki dengan anak lain dan merendahkannya di depan orang lain.
- Dad, tidak banyak bicara dan sangat jarang mengambil peran dominan dalam keluarga.
- Kise, kakak perempuan Natsuki yang usianya 2 tahun lebih tua.
- Natsuki, usianya 11 tahun waktu kejadian itu terjadi.
- Piyyut, boneka yang menurut Natsuki berasal dari planet Popinpobopia.
- Cousin Yuu, kekasih Natsuki dan satu-satunya orang yang tahu tentang Piyyut.
- Aunt Mitsuko, ibunya Yuu yang mengalami kegoncangan mental.
- Uncle Teruyoshi, paman Natsuki dan Yuu.
- Shizuka, sahabat Natsuki di sekolah.
- Mr Igasaki, guru magang yang tampan dan populer.
- Miss Shinozuka, guru yang tidak populer di sekolah.
- Tomoya, suami Natsuki yang aseksual.

Mari kita masuk ke tokoh-tokoh di dalam cerita. Tidak begitu banyak jumlahnya, dan karena penokohannya yang unik membuat para tokoh ini mudah diingat. Tokoh utama cerita bernama Natsuki muncul dua kali di dalam cerita di usia sebelas tahun dan tiga puluhan. Jika ada pembaca yang berharap sebuah transformasi tertentu di sini, sayang sekali harapan itu akan berakhir dengan kekecewaan, karena yang terjadi memang versi akumulasi karakter yang sudah terbentuk dari masa kecilnya. Tapi buat pembaca lainnya sangat memungkinkan justru bagian ini menarik untuk direnungkan. Awalnya saya sendiri dipenuhi keraguan berkaitan dengan interpretasi tokoh Natsuki yang punya keyakinan bahwa dia magician. Tapi dari beragam adegan selanjutnya, cukup jelas kiranya bahwa ini cuma delusi saja dan Natsumi punya ketidakseimbangan mental bahkan penyimpangan. Coba dibaca bukunya, barangkali teman-teman punya opini berbeda :)

Tokoh Tomoya, suami Natsuki , merasa tertekan dengan tuntutan sosial seperti pernikahan, bekerja, memiliki anak, yang ia dapatkan terutama dari keluarganya. Meski secara seksual ia masih memiliki keinginan, tapi Tomoya tidak tahan dengan tubuh wanita karena pengalaman tersendiri di masa kecil dan remajanya. Pernikahan berkontrak dan tanpa seksual dengan Natsuki memberikannya kenyamanan, dan konsep keyakinan Natsumi terhadap sosial masyarakat memperkuat perspektifnya sendiri. Tomoya karyawan penuh waktu di sebuah restoran keluarga yang berjarak satu jam perjalanan jauhnya di Tokyo.

 

Yuu, sepupu Natsuki , yakin dirinya alien yang berasal dari planet lain. Keyakinan ini muncul akibat situasi penuh tekanan yang ia hadapi sejak kanak-kanak karena harus mengurus ibunya yang depresi dan berniat bunuh diri. Yuu dewasa tampak memahami batasan antara khayalan dan kenyataan serta menerima sistem sosial masyarakat yang ada, dengan segala peran dan tanggungjawabnya. Namun pertemuannya kembali dengan Natsuki bersama Tomoya di rumah Granny di Akishina membawanya pada takdir yang tak terduga. Penasaran? Silakan dibaca sendiri bukunya ya :)

Selain tiga tokoh utama ini, ada pula Mom dan Dad. Lalu Kise, kakak perempuan Natsuki, yang perilakunya menuruti tingkah laku ibunya yang sering merendahkan dan melakukan kekerasan pada Natsuki . 

 

Alur dan Latar

Kisah Natsuki di Earthlings ini diceritakan dari sudut pandang orang pertama (Natsuki), baik ketika ia masih anak-anak maupun saat sudah dewasa. Alur cerita maju dengan flashback di masa lalu, kecepatannya sedang-cepat.

Latar cerita mengambil lokasi di rumah Granny di Gunung Akishina dan area sekitarnya, lalu di rumah Natsuki di Chiba, ada beberapa adegan di sekolah, rumah Mr. Igasaki, condo miliki Natsuki dan Tomoya, serta beberapa tempat lainnya. Tapi di antara semua latar lokasi yang ada, rumah Granny di gunung Akishina memainkan peran yang paling penting di dalam cerita karena banyak adegan-adegan yang terjadi di sana, dan ini diperkuat pula dengan deskripsi fisik dan suasananya yang rinci.

Rumah neneknya Natsuki ini terletak jauh di dalam pegunungan. Untuk menuju kesana ada tikungan tajam yang mendaki, pohon-pohon besar dan semak-semak di sisi jalan. Ada sungai dangkal di dekat sawah dengan batu untuk membuat kolam setinggi lutut di dekat rumah. Rumahnya sendiri beraroma buah, campuran antara buah persik dan anggur, samar-samar tercium bau binatang yang dalam penjelasan Natsuki agak membingungkan karena ia beranggapan itu mungkin bau manusia di dalam rumah tersebut. Rumah nenek membuka di sebuah lorong besar, sebesar kamar tidur di rumah di kota. Di dalam rumah ada ruangan tempat altar keluarga disimpan, antara ruang tamu dan dapur. Hanya ada satu koridor di rumah tersebut, menuju kamar mandi. Enam kamar lainnya ada di lantai pertama termasuk dapur, ruang tamu, dan dua kamar tatami utama dihubungkan dengan pintu geser.

Ruang altar adalah ruang berukuran sederhana yang seringkali disebut sebagai kamar hantu oleh sepupu Natsuki untuk menakut-nakuti adiknya. Natsuki sendiri merasa aman di ruangan tersebut karena merasa nenek moyangnya menjaganya di sana. Rumah itu penuh dengan serangga, ada lalat, belalang, dan serangga yang merayap di sekitar ruangan. Tangga di rumah Nenek jauh lebih curam daripada tangga di rumah Natsuki di Chiba. Lantai atas tercium bau tatami dan debu yang menyengat. Dulu ruangan ini tempat memelihara ulat sutera, dimana diletakkan banyak sekali keranjang bambu berisi telur yang ketika menetas kemudian menjadi larva yang tumbuh dengan cepat dan menyebar ke seluruh lantai dua, dan pada saat mereka tiba di fase kepompong, seluruh rumah penuh dengahnya. Di loteng ini ada banyak mainan lama yang pernah dimainkan ayah, paman serta bibi dulu, beserta sejumlah besar buku yang dikoleksi salah seorang anggota keluarga. Anak-anak pergi ke loteng untuk mencari harta karun mainan lama itu. Loteng sangat kotor, jadi harus menggunakan sandal seperti halnya saat pergi ke beranda.

Rumah dalam ingatan Natsuki di masa kecilnya ini kemudian dideskripsikan di dalam narasi lagi ketika Natsuki yang sudah menikah datang kembali ke rumah di Akishina ini. Betapa berbedanya sebuah objek di mata anak kecil dengan orang dewasa terasa relate dengan pengalaman pribadi saya.

Sungai yang dulu rasanya luas dan dalam ternyata lebih terlihat kecil dan dangkal. Pegunungan yang mengelilingi desa jauh lebih tinggi, dan dulu gunung itu terlihat hijau, tapi kini di sana-sini banyak daun yang berwarna semburat merah musim gugur. Kuburan kakek rasanya jauh dari rumah, tapi ternyata hanya di seberang sungai saja. Ada gudang tua dengan dinding lumpur tebal bercat putih dan atap merah yang tidak berubah dari ingatan Natsuki di masa lalu. Tapi tamannya jauh lebih kecil daripada yang terekam memori. Dari dulu rumah Akishina memang besar, dindingnya berplester putih, dengan balok kayu gelap, dan atap curam, atap dan pilarnya sudah rusak. Aula pintu masuk gelap dan kuno kira-kira seukuran seluruh apartemen studio di Tokyo, di dalamnya ada beberapa alat pertanian, topi bambu, pipa air, beberapa kaleng plastik minyak tanah, dan sepatu bot karet. Kamar mandi dan toiletnya ada di koridor lantai satu. Sumber air berupa air sumur. Ada ruangan doma, yakni ruangan berlantai tanah. Pemandian berpemanas gas terinstalasi di rumah ini. Rumah ini terpencil, tidak ada sinyal internet kecuali di satu titik saja dekat dinding. Desanya sendiri tidak punya toko bahkan tidak ada mesin penjual otomatis. Toko serba ada terdekat cukup jauh lokasinya. Untuk persediaan makanan harus belanja ke supermarket lokal. Ruang altar beraroma dupa, dan di ruangan ini Natsumi tidur menggunakan alas tidur dan bantal berisi sekam soba, sambil mendengarkan langit-langit yang berderit, pintu geser yang berderak. Di luar suara serangga musim gugur bersahut-sahutan.

Sampai sini mungkin teman-teman jadi tidak heran ya mengapa saya sangat ingat dengan latar rumah ini selain memang adegannya banyak terjadi di sana. Ada kesan masa lampau, gloomy, cuaca yang dingin, dan sepi setiap kali mengingat rumah Akishina .

 

Konflik

Saya suka konflik cerita Earthlings karena berlayer. Mulai dari tokoh utamanya, Natsuki, yang menciptakan dunia khayalan untuk survive dari lingkungannya yang tidak mendukung. Ibunya bukan cuma selalu membanding-bandingkannya dengan anak lain, tapi juga tidak segan memukul dan merendahkannya di depan siapapun. Misalnya saja waktu adegan di rumah Granny dimana si Ibu membentak Natsuki dengan kalimat "Berhentilah melamun dan siapkan nasi itu!" lalu menambahkannya dengan ucapan, "Anak itu tidak ada harapan. Dia tidak bisa melakukan apapun dengan benar. Aku lelah hanya dengan melihatnya. Tidak seperti Yuri yang bisa melakukan hal-hal dengan baik." Meski Nenek bahkan tetangga rumah membela Natsuki namun si ibu tampak tidak sadar sudah menyakiti anaknya sendiri dengan kalimat-kalimatnya.

“First lot of rice coming up! Make way, please!”

Cousin Mari slid open the kitchen door, and she and Ami went past the family altar to where the uncles were sitting around one end of the table waiting.

“Stop daydreaming and get that rice served!” Mom yelled at me from where she stood tending the pans on the stove.

“Oh, come now, Natsuki’s doing a great job,” Granny said, glancing over at me as she cut slices of a stinky seaweed jelly that I hated.

“That child is hopeless. She can't do anything properly. I get tired just watching her. It gets on my nerves. Yuri, on the other hand, is doing so well, though. She's already in junior high, isn’t she?”

Page 21

Tidak butuh waktu lama buat saya untuk emosi tingkat tinggi pada tokoh Mom, begitu tiba di adegan dimana ibunya Natsuki menjelek-jelekkan Natsuki di depan tetangga, menyebutnya sangat bodoh dan lamban dalam melakukan apapun, bahwa Natsuki seperti beban dalam hidupnya dan dia merasa lelah, disusul dengan pukulan ke kepala Natsuki dengan file yang berisi surat surat. si Ibu bilang bahwa karena Natsuki sangat bodoh maka memukul kepalanya akan menghasilkan suara yang bagus karena kepala Natsuki kosong. Ibunya juga menghina pakaian Natsuki. Dan saya jadi 'greget' begitu membaca bagian dimana Natsuki mempercayai semua ucapan ibunya, bahwa dia beban dan gumpalan yang tidak berguna yang hanya dengan melihatnya saja orang-orang akan merasa lelah dan stress. Natsuki lalu meminta maaf untuk segala ketidaknyamanan dan kerepotan yang dia timbulkan.

Bisa dibayangkan betapa emosionalnya adegan semacam ini buat saya. Barangkali kita sama, tapi mungkin juga beda.

“I don’t believe that, eh, Natsuki?” the woman said, turning to me.

“No, Mom's right,” I said.

When I wasn’t using my magical powers, I really was a dead loss. I'd always been clumsy and ugly. From the perspective of the people in this Baby Factory town, my very presence must be a nuisance.

“In comparison,” Mom went on loudly, “Your little Chika is so talented. This child is so stupid and slow at doing whatever she's asked. She's like a weight around my neck. I swear I'm quite worn out.”

She smacked me on the head with the file containing the circular. She often hit me on the head. She said that since I was so stupid, giving my head a little shock would make it better. And what's more, since it was empty it made a good sound. That was probably true. The thwap as it hit my head rang out loud and clear.

“And just look at how she dresses! What a disgrace. We'll never be able to get her married off looking like that.”

I nodded. “Yes, it's true.”

The person who had given birth to me said I was a dead loss, so I decided it really must be true. I was probably causing a nuisance to the neighbors just by existing. My sister said I gave her the creeps. I was such a useless lump that she felt stressed out just looking at me.

“I'm sorry,” I said, automatically bowing my head in apology.

Page 39

 

So, tidak heran jika selain tidak stabil secara mental dan cara berpikir, Natsuki juga haus akan pujian, karena dia tidak mendapatkan itu dari keluarganya. Ini tergambarkan saat adegan ia dipuji oleh gurunya, Miss Shinozuka yang terkenal sebagai guru yang histeris dan kerap diperbincangkan di belakang oleh murid-murid, ia tetap merasakan rasa senang yang luar biasa hingga rasanya ingin menangis. Sangat sedih begitu membaca bagian dimana Natsuki berkata pada dirinya sendiri bahwa dia ingin belajar lebih giat dan menjadi anak yang berguna di mata orang dewasa, dan dengan itu ia berharap meski dia tidak berharga tapi dia tidak akan dibuang.

I had never given any affirmation at home, so I was hungry for praise. When I was complimented, even on a whim by a hysterical teacher, my chest grew hot, and for some reason I felt like crying.

I wanted to study harder and become the sort of child that grown-ups found useful. Then, even if I was worthless, maybe I wouldn’t be thrown out…

Page  44

 

Unfortunately, Kise, kakak perempuan Natsuki, meniru sikap dan sifat ibu mereka. Ayahnya pasif dan tidak berguna. Situasi Natsuki diperparah dengan kasus pelecehan seksual yang ia alami, tanpa support system darimana pun, bahkan tidak pula dari seorang teman, tidak heran Natsuki tumbuh dewasa menjadi seseorang dengan pemikiran yang menyimpang dari norma sosial umumnya. Sedari kecil Natsuki sering berpikir tentang dunia orang dewasa yang menurutnya aneh dan membingungkan, dan ketika dia dewasa dia sepenuhnya melihat masyarakat sosial seperti sebuah sistem factory dimana warga adalah komponennya dan manusia adalah pabrik bayi. Dengan perspektifnya yang berbeda ini, Natsumi memandang dirinya atau yakin dirinya sebagai alien, seperti halnya Piyyut, yang berasal dari planet Popinpobopia. Pemikiran-pemikiran Natsuki menarik untuk direnungkan, karena banyak sindiran-sindiran terhadap situasi sosial di dunia nyata.

Suami Natsuki juga punya pemikiran yang 'berbeda'. Dia juga memandang lingkungan sosial sebagai ancaman dan menciptakan tekanan besar ke kehidupannya. Tidak begitu jelas mengapa Tomoya bisa memiliki keyakinan seperti itu. Yang pasti dalam kasus Yuu, isu ketidakstabilan mental sudah terindikasi sejak awal dimana ibunya yang depresi menggantungkan hidupnya ke Yuu dan Yuu mengikuti saja peran itu tanpa banyak perlawanan. Kalau menimbang perilakunya, saya kira Yuu masuk ke dalam tipe people pleasure. Pembawaan Yuu dan Natsuki yang berbeda dengan anak-anak lain, dan tidak benar-benar cocok dengan orang lain, membuat mereka makin dekat satu sama lain.

Tidak diceritakan begitu jelas mengapa ibunya Natsuki bisa berperangai begitu ganjil dan abusive. Demikian pula mengapa tokoh Ayah bisa sepasif itu. 

Kesimpulannya konflik cerita untuk Earthling adalah para tokoh yang tidak merasa bagian dari masyarakat sosial, merasa berbeda, dan bagaimana mereka berusaha bertahan dan survive hingga akhir. Namun lebih dari sekadar itu, ada problem keluarga di sini, ada isu pelecehan seksual, mental dan emotional illness, ketiadaan support system, dan lebih dari sekadar itu, barangkali sindiran-sindiran yang disuarakan di buku ini juga menyuarakan masalah-masalah sosial yang masih terjadi sampai saat ini.

 

Yang Menarik dan atau Disuka dari Buku ini

Saya pernah ada di periode usia gemar berhayal, beberapa di antaranya khayalan spesifik berkaitan dengan memiliki kekuatan yang dengan itu membuat saya jadi berbeda dan memiliki kekuatan tertentu hingga dikagumi dan dianggap pahlawan. Kemungkinan dalam kasus saya, ini terjadi karena efek tontonan kartun anak-anak yang bertema hero di televisi jaman itu. Normal. Tapi dalam kasus tokoh cerita buku ini, trigger terciptanya hayalan yang berkembang menjadi delusi sudah terasa thought provoking dan berujung disturbing. Natsuki percaya bahwa dia magician. Dia punya tongkat sihir origami dan cermin transformasi magis yang membuatnya bisa melawan kejahatan. Benda-benda ini merupakan pemberian Piyyut, makhluk yang tidak bisa bicara bahasa manusia karena kekuatan jahat memantrainya, tapi dia selalu menjaga Natsuki dari kejahatan dan kesedihan. Piyyut, mainan berbentuk boneka landak yang dia beli dengan uang tahun barunya, ia yakini berasal dari Planet Popinpobopia yang diutus oleh Polisi Sihir karena tahu Bumi sedang mengalami krisis untuk menyelamatkan bumi.

 

Ada satu sisi dimana hati saya begitu sedih ketika menyimak cara bertahan gadis sesepi dan semalang Natsuki ini. Misalnya saat ia menghibur diri ketika Ibu dan Ayahnya sibuk memperhatikan Kise yang mabuk dalam perjalanan ke rumah Granny dengan cara meyakinkan diri bahwa dia punya Piyyut yang menjaganya sehingga tidak mabuk, dan bahwa dia jauh lebih kuat makanya Ayah dan Ibu selalu fokus mengurus Kise dan mengabaikan dirinya. Cerita ini makin menyedihkan karena kekuatan magis tembus pandang yang diajarkan Piyyut kepada Natsuki ini hanyalah mekanisme Natsuki dalam menjaga hatinya agar tidak tersakiti, agar tidak marah, agar tidak sedih, agar tidak sepi. 

 

Saya juga ingat bahwa saya sempat menduga buku ini tentang kisah cinta manis antara Yuu dan Natsuki lantaran menyimak adegan di waktu usia mereka 9 tahun, janji mereka berdua untuk tidak saling memberitahu orang lain bahwa Natsuki penyihir dan Yuu alien dari luar angkasa, dan mereka tidak akan jatuh cinta pada orang lain. Ini sweet sekali kan ya, terutama karena waktu itu saya tidak punya dugaan apapun terkait buku ini.

 

Di luar hal-hal absurd, aneh, dan mengguncang yang ada di Earthlings, saya juga ingat menyukai beragam unsur budaya Jepang yang ada di awal-awal cerita. Misalnya bagaimana keluarga ayahnya Natsuki selalu memanggil anggota keluarga besar dengan nama kota tempat tinggal. Ada yang dipanggil Fukuoka, atau Yamagata. Di sini gaya tulisan dan berpikir kritis Sayaka Murata terlihat ketika di ujung alinea ditempatkan sebuah kalimat yang menggugah, "Mereka pasti punya nama, jadi mengapa tidak ada yang menggunakannya?"

“Go put your luggage upstairs. You can use the far room. The Yamagatas are in the other one. The Fukuokas are already up there, but they're only staying for one more night so you don’t mind sharing, do you?”

“Fine by us, thanks,” Dad answered, taking off his shoes. I hurried after him.

In Granny’s house, everyone called the various families by the name of the place they lived in, like Yamagata or Fukuoka or Chiba, which made it hard for me to remember their real names. They must have had names, though, so why didn’t anyone use them?”

Page 13

 

 

Sekilas tentang Festival Obon yang ada di adegan masa kecil Natsuki juga menarik buat saya. Ada ritual menyalakan api untuk menyambut roh nenek moyang yang pulang ke rumah saat Festival Obon. Saat itu tokoh Paman Teruyoshi membakar seikat jerami di tepi sungai dan mengatakan pada arwar leluhur untuk menggunakan api sebagai pemandu mereka pulang, disusul menyalakan lentera. Api tidak boleh padam, dan api tersebut digunakan untuk menyalakan lilin di altar yang telah disiapkan mentimun serta terong, masing-masing dengan empat kaki yang terbuat dari sumpit sekali pakai sebagai perwakilan kuda untuk membawa roh leluhur segera pulang dan sapi untuk memperlambat kembalinya mereka ke dunia lain. Setelah itu anggota keluarga makan bersama dan para pria minum sake. Menarik ya :)

 

Ada pula sekilas tentang tata cara penguburan Jepang yang menggunakan peti lalu tanah ditimbun di atas kuburan. Ketika peti mati membusuk, peti kayu itu runtuh dan tanah menimbun makin dalam. Dalam beberapa kejadian rupanya ada juga yang petinya tidak runtuh-runtuh dalam waktu yang lama.

 

Earthlings buat saya adalah sebuah cerita yang kaya dengan pemikiran-pemikiran yang mengundang renungan lebih lanjut. Misalnya tentang orang dewasa dan fungsi di masyarakat yang dibawakan oleh narasi tentang Miss Shinozuka yang dikenal sebagai perawan tua jelek, kerap dicibir karena gosipnya Miss Shinozuka ini suka pada Mr Akimoto, guru olah raga. Disebutkan di dalam narasi, Natsuki berpikir bahwa jadi orang dewasa itu sulit juga, karena meski Miss Shinozuka berfungsi cukup baik sebagai salah satu alat masyarakat (dia bekerja dan menghasilkan uang), tapi mungkin dia tidak berfungsi dengan baik sebagai salah satu organ reproduksi masyarakat (karena perawan tua). Sebagai guru, Miss Shinozuka punya posisi sebagai pendidik siswa-siswanya, tapi pada saat yang sama ia sendiri juga dinilai sebagai alat masyarakat. Tapi setidaknya dengan punya uang, orang dewasa seperti Miss Shinozuka tidak perlu khawatir akan dibuang. Menyimak ini jadi terpikirkan peran orang dewasa memang kompleks dan penuh tuntutan. Di satu sisi pemikiran ini rings true yaaa, meski personally saya tidak menganggap peran tersebut sebagai beban melainkan berkah kehidupan dari Tuhan.

Everyone also called Miss Shinozuka an ugly old spinster who'd missed the boat. There was a rumor that she fancied Mr. Akimoto, the sports teacher – as if he would take interest in someone like her, they sneered.

Grown-ups had it tough, too, I thought. Miss Shinozuka functioned well enough as one of society’s tools, but maybe she wasn’t functioning properly as one of society’s reproductive organs.

She was in the position of educating me and ruled over me, but at the same time she herself was also being judged as a tool of society. But at least once you were able to buy food for yourself, you didn’t need to worry about being thrown away.

Page 45

 

Selain itu ada pula poin tentang apakah bisa diterima sebagai alasan jika orangtua yang lelah dalam kehidupannya lantas boleh-boleh saja melampiaskannya ke anak. Personally, menurut saya tidak. Apapun alasannya kekerasan tidak pernah dibenarkan. Berkaitan dengan poin ini, ada diceritakan bagaimana Natsuki mencari pembenaran perilaku ibunya yang kasar dengan mengatakan bahwa ibunya menjadikannya bulan-bulanan kekerasan verbal dan fisik agar bisa mendapatkan kembali ketenangannya, karena ibunya bekerja paruh waktu sambil membesarkan anak-anak yang tentu saja itu sangat melelahkan.

She was right. I was being pushy. From my family's perspective I was worthless, so it was presumptuous of me to try to do anything positive. It took all my effort just to remain at my zero level without becoming a minus.

“You're always the same, all talk, even though you can't do anything.”

Mom always told me off when she was irritable. She wasn’t telling me off for my own good but because she needed a punching bag. By hitting me with her words not her hands, she regained her composure.

Mom had a part- time job, and she was fulfilling her role as one of society's reproductive organs by raising me and my sister. Of course such a worthy person as her would get tired!"

 

Atau tentang hidup anak-anak yang tidak pernah punya si anak, melainkan milik orang dewasa, karena keputusan akhir ada di orang dewasa. Benarkah demikian? Bagian ini bahkan lebih menyedihkan lagi karena terjadi setelah pelecehan seksual yang dialami Natsuki . Kemanapun ia mengadu, orang-orang dewasa tidak ada yang mempercayainya. Bagaimana pendapat teman-teman terkait poin ini?

For a moment he couldn’t get his words out, but then he said in a small voice, “Children's lives never belong to them. The grown-ups own us. If your mom abandons you, you won't be able to eat, and you can't go anywhere without help from a grown-up. It's the same for all children.” He reached out a hand to cut a flower from the bed. “That's why we have to try hard to survive until we've grown up ourselves.”

Page 71

 

Atau tentang tekanan sosial yang datangnya tidak hanya dari orang luar tapi dari keluarga sendiri seperti yang dialami Natsuki dan Tomoya yang ketika tidak juga punya keturunan kemudian dimata-matai orang tua, saudara laki-laki dan ipar, bahkan teman-teman yang ribut menanyakan kapan punya anak. Keributan model begini memang terjadi di dunia nyata, kan ya, beberapa mungkin juga seekstrim kasus Tomoya dan Natsuki.

“Deep down everyone hates work and sex, you now. They're just hypnotized into thinking that they're great.” My husband was always saying that.

His parents, his brother and his wife, and his friends sometimes came to spy on us. My and my husband's womb and testes were quietly kept under observation by the Factory. Anyone who didn’t manufacture new life – or wasn’t obviously trying to – came under gentle pressure. Couples that hadn’t manufactured new life had to demonstrate their contribution to the Factory through their work.”

Page 106

 
Tapi buku ini juga memuat hal-hal yang ekstrim seperti keinginan berhubungan seksual dengan keluarga dan pembunuhan yang dibenarkan dengan tujuan untuk mencegah cuci otak sistem sosial yang ada, karena yakin bahwa mereka alien, dan dengan melakukan hal-hal tabu maka makin jauhlah kemungkinan para tokoh ini untuk menjadi bagian dari makhluk bumi dan tetap alien hingga akhir, juga sebagai alien tidak masalah membunuh manusia dan bahkan memakannya, tidak ada bedanya seperti manusia yang membunuh kelinci untuk dimakan.
 
Before I could go say further, he said happily, "Me too. I'm going to try having sex with my grandfather."
Yuu choked, spraying miso soup over the kotatsu.
"Why?" I asked my husband, handing some tissues and a dishcloth to Yuu.
"Incest isn't very common, is it? It's taboo. Therefore  I can use it as a step toward liberating myself from the brainwashing."
"Hmm, you think so?" I was skeptical. His idea was rooted in a human sense of values, and I couldn't help thinking it was a typically human concept.
"I want to try whatever people find most taboo. Other than murder."
"Hold on a moment," Yuu said, flustered. "How can I put this...? Anyway, sex without consent is a crime."
"It s all right. Tomoya s grandfather is in a vegetative state in the hospital."
"That's even worse!"
"Why?" I looked Yuu in the eye. "That sort of thing happens everywhere, you know. We just don't see it. Even now, someone somewhere in the world is being used as a tool. It'll happen again today too. That's all it is."
"Natsuki, what you are talking about is a crime. It's abnormal."
"So what? Adults are expected to turn a blind eye to anything abnormal, aren't they? That's the way it is. Why so.."
Page 167
 
 
Sayaka Murata memiliki kemampuan untuk mendalami karakter-karakter yang tidak berjalan baik di masyarakat, tokoh yang tidak berdaya karena bukan kesalahan mereka juga hingga punya keyakinan seperti itu, tapi secara sosial mereka tetap berujung dikesampingkan. Seperti Natsuki yang akar permasalahannya ada di keluarganya yang disfungsi, tak heran dia tumbuh besar dengan keyakinan demikian dan dihantui delusi sejak kecil yang sebenarnya bisa saya lihat sebagai bentuk koping masalah yang ia hadapi agar bisa bertahan.
 
Kontrak pernikahan antara Natsuki dan Tomoya juga rasanya 'sesuatu' di dalam benak saya. Apalagi begitu menyimak tekanan-tekanan keluarga dan teman agar mereka segera punya momongan semakin menyoroti pernikahan sebagai alat untuk menghasilkan bayi. Meresahkan sekali. Ini belum ketambahan dimana permintaan tolong Natsuki terkait dia yang dilecehkan malah direspon negatif dan balik merendahkan Natsuki . Disturbing!


Kisah Natsuki, Tomoya, dan Yuu di Earthlings berujung 'weird', suram, dan mengejutkan. Siap-siap untuk menyimak adegan brutal  di akhir. Ini cerita yang dark memang, dan selayaknya sebuah kisah yang disturbing, trigger warning untuk buku ini juga berderet, terutama untuk pemikiran-pemikiran Natsuki , Tomoya, dan Yuu yang mengguncang itu. Sebagai pembaca saya merasa harus benar-benar open-mind agar bisa menempatkan diri secara tepat dan menimbangnya dengan hati-hati jika tidak ingin terpancing emosi atau lebih jauh lagi sampai di titik menyetujui dan percaya begitu saja. Sejujurnya, cerita-cerita dark dan disturbing bukan my cup of tea, tapi saya tetap membaca buku-buku ini untuk belajar melihat sesuatu dari sudut yang berbeda, apalagi kehidupan manusia di dunia nyata memang beragam. Dari satu sisi mungkin sekali ada pembaca yang merasa cerita-cerita seperti Earthlings ini omong kosong. Yah saya juga tidak bisa menyalahkan pendapat itu, karena pilihan masing-masing pembaca untuk menyimak cerita apa sebagai bacaannya. Tapi tragedi dan peristiwa mengejutkan di luar nalar memang terjadi di kehidupan ini. Earthlings buku yang berkesan, menimbulkan rasa resah saat membacanya karena tersadar ada isu disfungsi masyarakat kontemporer yang disuarakan oleh tokoh Natsuki yang mampu melihat kesewenang-wenangan masyarakat.
 
Ada beberapa hal yang sulit diterima akal saya di sini, misalnya tentang bagaimana seseorang bisa tetap hidup setelah memakan bagian tubuhnya satu sama lain, apakah tidak ada rasa sakit ketika bagian tubuh itu terluka, ending cerita sulit untuk diinterpretasikan, apakah perut membesar itu karena benar hamil atau pembengkakan tertentu. Lalu ada pertanyaan pula darimana tokoh Natsuki tahu situasi yang berada di luar konteks dimana dia berada, dan beberapa poin lainnya. Kelihatannya di beberapa titik, suara penulis sebagai master-mind kisah ini muncul sehingga memungkinkan pembaca tahu informasi-informasi di luar adegan yang sedang berlangsung.
 
Sayang sekali saya belum membaca karya Sayaka Murata lainnya, termasuk belum membaca buku terpopulernya, Convenience Store Woman, sehingga tidak bisa membandingkan Earthlings dengan buku lainnya. Tapi buku ini mengingatkan saya pada satu buku pemenang The Booker Prize tahun 2020 berjudul The Discomfort of Evening yang menurut saya juga disturbing.
 
 
Earthlings is a dark story, but beautifully written, and I learn a lot from its insights.
 

Siapa Sayaka Murata

Sayaka Murata adalah penulis banyak buku, termasuk Convenience Store Woman, pemenang Penghargaan Akutagawa. Murata dinobatkan sebagai penulis "Future of New Writing" Freeman, dan Vogue Japan Woman of the Year. Novelnya Convenience Store Woman telah terjual lebih dari dua juta eksemplar, dan telah diterjemahkan ke dalam 23 bahasa di seluruh dunia.

Sumber: Amazon dan buku Earthlings

 

Siapa Ginny Tapley Takemori

Ginny Tapley Takemori telah menerjemahkan banyak buku-buku, di antaranya karya penulis Ryu Murakami, Miyuki Miyabe dan Kyoko Nakajima.

 

 

 

 

 

 

-------------------------------------------------------------------------


 

Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.

Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.

Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.

Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainerserta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka. 

Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.

Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.

Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial

 

 

 

TERBARU - REVIEW BUKU

Review Buku The Quiet Tenant - Clémence …

23-08-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

  National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...

Read more

Review Buku The Only One Left - Riley Sa…

23-07-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

    Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...

Read more

Review Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…

14-06-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman :  246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...

Read more

Review Buku Earthlings - Sayaka Murata

14-02-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

A New York Times Book Review Editors' ChoiceNamed a Best Book of the Year by the New York Times, TIME and Literary HubNamed a Most Anticipated Book by the New York Times, TIME, USA Today, Entertainment Weekly, the Guardian, Vulture, Wired, Literary Hub, Bustle, PopSugar, and Refinery29   Judul...

Read more

TERBARU - STORIES OF PLACES

Ganesha Park Bandung (a Story)

02-12-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

    Meskipun sebagai warga Bandung, saya sudah sering melintas di depan kampus ITB Taman Sari, dan familiar dengan kata "Ganesha", tapi tetap saja saya tidak tahu persis dimana Taman Ganesha itu...

Read more

Jardin Cafe Bandung (a Story)

20-10-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Dulu, sebelum pandemi covid melanda, saya pernah ke cafe Jardin dengan sahabat saya, Bu Dini. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu, ternyata Jardin di masa kini tidak banyak berubah. Yang berubah adalah...

Read more

Tomoro Coffee (a Story)

11-09-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Bandung sudah mulai masuk musim penghujan, setidaknya begitulah kelihatannya, karena dua hari ini hujan turun menjelang sore atau malam hari. Cuaca juga cenderung mendung dan syahdu. Cocok untuk ngopi di...

Read more

Woodyland Eatery Bandung (a Story)

23-07-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

    Tak terasa Juli 2024 tiba. Saya masih ingat begitu susahnya mengatur jadwal untuk sekadar ngopi di cafe atau resto bersama teman. Agenda yang satu ini memang salah satu yang paling...

Read more

Kalpa Tree di Ciumbuleuit Bandung (a Sto…

11-08-2022 Dipidiff - avatar Dipidiff

Airy, stylish international restaurant with glass walls, plants & wine, plus a pool & garden.   Baru kemarin, Rabu tanggal 10 Agustus 2022 saya ke Kalpa Tree dalam rangka meeting. Sebenarnya ini...

Read more

TERBARU - SELF EDUCATION

Cara Manifestasi Kehidupan

03-11-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

Updated 4 November 2024     I think human beings must have faith or must look for faith, otherwise our life is empty, empty. To live and not to know why the cranes...

Read more

10 Tips Mengatasi Kesepian

05-12-2021 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Apakah kamu akhir-akhir ini merasa kesepian? Rasa sepi ini ga cuma hadir saat sendiri, tapi juga di tengah keramaian, atau bahkan saat bersama orang-orang terdekat. Ada sebuah rasa hampa yang...

Read more

Tentang Caranya Mengelola Waktu

11-08-2021 Jeffrey Pratama - avatar Jeffrey Pratama

  “Seandainya masih ada waktu...” Berani taruhan, diantara kita, pasti pernah berkomentar seperti di atas, atau yang mirip-mirip, minimal sekali seumur hidup. Waktu merupakan satu-satunya sumber daya yang tidak dapat diproduksi ulang. Apa...

Read more

Cara Membuat Perpustakaan Pribadi di Rum…

25-09-2020 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Perpustakaan sendiri punya kenangan yang mendalam di benak saya. Saya yakin teman-teman juga punya memori tersendiri ya tentang library. Baca juga "Arti Perpustakaan Bagi Para Pecinta Buku" Baca juga "Perpustakaan Luar...

Read more