Review Buku One True Loves - Taylor Jenkins Reid
Named a Best Book of Summer by Cosmopolitan
* InStyle * Redbook * Us Weekly *PopSugar * Buzzfeed * Bustle * Brit+Co * Parade
Judul : One True Loves
Penulis : Taylor Jenkins Reid
Jenis Buku : Romance
Penerbit : Simon & Schuster Ltd
Tahun Terbit : 2022
Jumlah Halaman : 352 halaman
Dimensi Buku : 13 x 19,90 x 2,60 cm
Harga : Rp. 245.000 *harga sewaktu-waktu dapat berubah
ISBN : 9781398516687
Paperback
Edisi Bahasa Inggris
Available at PERIPLUS BANDUNG Bookstore (ig @Periplusbandung, @Periplus_husein1 , @Periplus_husein2)
Sekelumit Tentang Isi
One True Loves bercerita tentang Emma Blair, yang menikah dengan kekasih masa sekolahnya, Jesse. Mereka membangun rumah tangga dan sedapat mungkin mandiri, hidup merantau, terpisah dari keluarga mereka di Massachusetts. Pada ulang tahun pernikahan pertama, Jesse hilang dalam penerbangannya dengan helikopter. Emma kembali ke Massachusetts, berduka, dan berusaha bangkit kembali, lalu jatuh cinta dengan Sam. Ketika Emma dan Sam bertunangan, Emma begitu bahagia, sampai kemudian Jesse ditemukan. Jesse ternyata masih hidup, dan berusaha bertahun-tahun untuk kembali. Emma kini harus memilih, suami atau tunangan. Siapa cinta sejatinya? dan apakah benar ada yang namanya cinta sejati?
Rekomendasi
Novel ini saya rekomendasikan kepada pecinta genre romance yang mencari romance modern masa kini, dengan tokoh-tokoh yang likeable, renyah, ringan tapi tetap berisi, tonenya hangat dan konfliknya ga drama ala sinetron, lebih mature dan wise. Ini kisah tentang apa itu cinta sejati dan dengan membaca ceritanya hingga selesai, jawaban atas pertanyaan itu bisa ditemukan. Ini juga tentang cinta dan masa lalu serta menentukan pilihan. Selain romance ada pula sisi keluarga yang diangkat.
This Book Review Might Have Spoiler!
Tokoh dan Karakter
Emma Blair
Marie Blair
Jesse Lerner
Sam
The True Loves memang bukan romance biasa, setidaknya ini pendapat saya. Mungkin juga karena saya awalnya berekspektasi novel ini jenis romansa yang syahdu mendayu-dayu. Tapi ada pula alasan lainnya, yakni karena tiga tokoh utama dalam cerita sama likeable-nya. Ada Emma yang tulus hatinya, ada Sam yang setia, dan ada Jesse yang sama baik hatinya. Antagonis cerita memang bukan orang melainkan situasi. Jarang-jarang saya menemukan novel yang 'penjahatnya' murni situasi, biasanya dari karakter utama ada saja kelemahannya, dan atau jelas ada tokoh antagonisnya. Di buku ini ada sih tokoh minor yang rada nyebelin, tapi terlalu minor perannya sehingga tidak begitu berdampak dalam plot.
Deskripsi fisik tokoh-tokohnya cukup detail. Saya mendapat kesan Emma ini tidak cantik karena kakak perempuannya jauh lebih populer di sekolah. Tapi nyatanya Emma cantik kok, mungkin jatuhnya menarik ya, karena Jesse yang digambarkan cowok paling populer tertampan di sekolah, juga Sam yang ga kalah cakepnya, suka sama Emma.
I am thirty-one, five foot six, with a blond, grown-out pixie cut. My hazel eyes are upstaged by a constellation of freckles on the tip of my right cheekbone. My father often jokes he can make out the Little Dipper.
...
Sam in handsome in a friendly way - which I think might just be the best way to be handsome - with warm brown eyes that seem to look at everything with tenderness. And he's funny. Truly funny. After Sam and I started dating, I noticed my laugh lines were getting deeper. This is most likely because I am growing older, but I can't shake the feeling that it's because I am laughing more than I ever have. What else could you want in a person other than kindness and humor? I am not sure anything else really matters to me.
Page 3
Jesse had grown up to be even more handsome than he had been cute. His shoulders had grown wider, his back more sturdy. No longer training, he had gained weight in his torso, but it was weight that fit him fine. His cheekbones stood out in almost any light. And his smile had matured in a way that made me think he d be handsome late into life.
Page 60
Alur dan Latar
Alur cerita maju dengan kecepatan sedang-cepat. Pov 1 Emma.
Ending cerita ini tertutup, dan sebenarnya lumayan predictable. Dan saya lega dengan penyelesaian konfliknya.
Setting banyak mengambil lokasi di Massachussett, dengan rumah, apartemen, dan bookstore sebagai latar cerita, yang setelah saya pikir deskripsinya sangat secukupnya saja, sama sekali tidak rinci. Fokus kisah Emma memang banyak di perasaan dan pikiran para tokoh, membangun emosi dari konflik yang ada, yang mana menurut saya berhasil.
Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini
Nama Taylor Jenkins Reid populer terutama sejak novelnya yang berjudul Daisy Jone's & The Six laris manis disukai pembaca. Selain penulis buku, ia juga menulis esay. Ini mengingatkan saya pada Elif Safak yang profilnya mirip-mirip seperti Jenkins Reid.
Agak menggelitik juga waktu baca info kategori novel ini yang masuk literary fiction tapi juga romance comedy. Dalam bayangan saya buku ini mestinya punya kombinasi yang unik dalam cerita dan narasinya. Apalagi waktu tau novel ini punya pencapaian juga. Fix lah saya pilih untuk bacaan bulan ini.
Literary fiction dan contemporary romance rasanya lebih tepat buat One True Loves, bukanya romantic comedy *in my opinion, pasalnya saya tidak menemukan bagian humor yang menonjol dalam buku, tapi dialog antar tokoh serta narasi memang terasa renyah.
Buat yang suka romance tapi ga suka unsur dramatisasi konflik yang bikin hati ikutan panas, nah novel ini bisa dicoba.
Yang paling saya sukai dari novel ini pada akhirnya adalah ide konfliknya. Mungkin teman-teman ada membaca novel lain dengan konflik serupa, tapi buat saya konflik yang diciptakan Taylor Jenkins Reid untuk buku ini terasa menarik. Emma sudah move on dari suaminya yang dinyatakan meninggal - hilang dalam kecelakaan helikopter, lalu ketika dia jatuh cinta lagi dan bertunangan, ternyata suaminya *yang juga ia cintai, ditemukan dan kembali ke dalam hidup Emma. Saya bisa membayangkan betapa rumitnya situasi tersebut. Sebuah situasi yang mustahil dimana si wanita harus memilih antara suami yang dia pikir hilang dan tunangan yang dia cintai di masa kini. Kalo saya jadi Emma apa yang akan saya lakukan ya (?) Fakta bahwa sulit untuk menjawab pertanyaan itu membuat saya sangat tertarik dengan konflik buku ini.
I feel awful for giving up on Jesse. For thinking he was dead. For moving on. For falling in love with someone else. I'm actually furious at myself for that.
But I'm also really angry at myself for not being loyal to Sam, for not remaining steadfast and true in my devotion, like I have promised him I would be. I am mad at myself for being unsure, for not being the sort of woman who can tell him he's the only one, for not giving him the kind of love he deserves.
I'm mad at myself for a lot of things.
So much so that I barely have time to consider what anyone else thinks of me.
Page 155
Ada hal menarik lainnya yang saya temukan di buku, tentang the Baader-Meinhof phenomenon. Ilusi frekuensi, atau fenomena Baader-Meinhof atau bias frekuensi, adalah bias kognitif di mana setelah memperhatikan sesuatu untuk pertama kalinya, ada kecenderungan untuk memperhatikannya lebih sering, membuat seseorang percaya bahwa sesuatu itu memiliki frekuensi yang meningkat. Dalam kisahnya Emma, sejak dia merasakan ketertarikan pada Jesse, dia merasa Jesse seolah ada dimana-mana. Rasanya relate ya, inget-inget dulu jaman sekolah pernah deh mengalami hal yang sama :D
That week at school, I noticed Jesse in the hallway almost every day. Now that I knew who he was, he was every where.
"That's the Baader-Meinhof phenomenon," Olive said when I mentioned it at lunch. "My brother just told me about this. You don't notice something and then you learn the name for it and suddenly it's everywhere." Olive thought for a moment. "Whoa. I'm pretty sure I have the Baader-Meinhof phenomenon about the Baader-Meinhof phenomenon."
Ada pula di buku ini tentang isi pikiran seorang remaja. Orang-orang dewasa sering bilang ke remaja, "suatu hari nanti kamu bakal merasakan deh, cepat atau lambat akan... bla bla bla..", dan si remaja merespons kalimat ini dengan sikap tak peduli atau sambil lalu. Namun persis seperti yang dikatakan orang dewasa tersebut, akhirnya memang cepat atau lambat akan kejadian, bahwa waktu akan berlalu dengan cepat, bahwa sibling rivalry akan berakhir dan berujung saling membutuhkan, dll. Di sini tokoh Emma kebetulan punya kakak perempuan yang di masa remajanya jadi rival bagi satu sama lain, tapi di dasar hati mereka tetap saling peduli.
Adults love to tell teenagers that "one day" and "sooner or later" plenty of things are going to happen. They love to say that things happen "before you know it," and they really love to impart how fast time "flies by."
I would learn later that almost everything my parents told me in this regard turned out to be true. College really did "fly by." I did change my mind about Keanu Reeves "sooner or later." I was on the other side of thirty "before I knew it." And, just as my father said that afternoon, "one day" I was going to need my sister very, very much.
But back then, I shrugged it off the same way teens all over the country were shrugging off every other thing their parents said at that very moment.
"Marie and I are not going to be friends. Ever. And I wish you guys would let up about it."
My father listened, nodding his head slowly, and then looked away, focusing instead on tidying up another stack of bookmarks. then he turned back to me. "I read you loud and clear," he said, which is what he always said when he decided that he didn't want to talk about something anymore.
Page 30
Dari tokoh Jesse ada poin penting tentang memperjuangkan keotentikan diri dan passion karena tiap orang berutang pada dirinya sendiri dan tidak mengandalkan orang lain, bahkan orangtua sekalipun.
"If you want to do something, you have to do it."
"What? That doesn't even make sense."
"Of course it does. If you want something as passionately as you clearly want this, that means you owe it to yourself to make it happen. That's what I m doing. I want out so I'm getting out. I'm going far, far away. You should, too," he said.
"I don't think my parents would like that," I said.
"Your parents don't have to be you. You have to be you. My philosophy is that, you know, you did it their way for a long time. Soon, it's time for your way."
Page 54
Buat pecinta buku yang suka kalo tokoh-tokohnya berlatar profesi literasi apalagi punya bookstore, novel ini coba dipertimbangkan :). Keluarga Emma punya toko buku, Emma kuliah di bidang jurnalisme, dan Emma profesinya travel writer, juga penulis. Kayaknya asyik ya ngebayangin part ini. Disinggung singkat juga kalo toko buku keluarga Emma ini suka ngadain jumpa penulis rutin tiap bulan, event tanda tangan buku, workshop kepenulisan, dan klub buku. Aduh jadi pengen ke toko bukunya hahaha.
I became a journalism major and I worked hard at improving my interviewing techniques and imagery, as per the advice of most of my professors.
I graduated college a writer.
That's the part that I knew killed Marie.
I was the writer of the family while she was in Acton, running the bookstore.
It had taken me a couple of years to get a job that sent me out on assignments, but by the age of twenty-five, I was an assistant editor at a travel blog, with a tiny salary but with the luxury of having visited five of the seven continents.
Page 59
We have author events at least twice a month. We have signed copies of best-selling books. We have eleven different reading groups and a writers workshop that each meet here once a month. We have a thriving online business. We have exceptional customer service. We have free doughnuts once a week.
I am especially proud of the free doughnuts.
Page 144
Konflik batin Emma salah satunya tentang aktualisasi. Mungkin karena efek sibling rivalry sejak kecil juga, makanya Emma tanpa sadar selalu ingin membuktikan dirinya bisa seperti Mary atau lebih dari kakaknya tersebut. Dorongan ini membuatnya ingin meraih banyak pengalaman di luar sana, dengan jiwanya yang bebas, ia selalu bermimpi untuk hidup jauh dari orangtua. Adakah di antara kalian yang relate dengan perasaan dan pikiran ini? Kalo saya sih iya. Ada satu episode saya di masa remaja dan muda dewasa yang ingin jauh dari orangtua dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, menjalani kehidupan yang penuh impian.
The very moment these questions occurred to me, I started to realize that my life plans had never really extended past my twenties. I had never asked myself if I always wanted to be traveling, if I always wanted to live so far from my parents.
Page 72
Ini wise menurut saya. Makanya saya tandai dan kutip ketika menemukan part ini di dalam buku. Hal-hal baik itu ga menunggu kita siap, tapi kitanya yang harus selalu siap dan menciptakan momen-momen baik dalam hidup kita.
Good things don't wait until you're ready. Sometimes they come right before, when you're almost there.
And I figured when that happens, you can let them pass by like a bus not meant for you. Or you can get ready.
So I got ready.
Page 105
Pernah kepikiran tentang flirting ga? Kenapa ya saling menggoda itu menyenangkan (jika situasinya tepat tentunya). Waktu baca ini di kisah Emma, saya jadi kepikiran. It feels so good to flirt. Ada rasa gembira dan bertanya-tanya apa yang akan dikatakan oleh si dia. Ada sensasi ketika tahu seseorang melihat kita dan menyukai apa yang dia lihat. Menggoda itu mungkin sama seperti jatuh cinta pada diri sendiri seperti halnya jatuh cinta pada orang lain. Suatu kesempatan untuk melihat diri kita melalui mata seseorang dan kemudian tersadar ada banyak hal yang disukai dari diri sendiri. Kalo bukan karena baca buku ini, saya ga akan punya sisi perenungan soal flirting :D.
"You seem to get even more beautiful with time," he said.
"Oh, stop it," I said, pushing his shoulder away with my hand.
I was flirting. Me. Flirting.
I feels so good to flirt. No one ever talks about that. But in that moment, I felt like flirting was the very thing that made the world go around.
The excitement of wondering what the other person will say next. The thrill of knowing someone is looking at you, liking what they see. The rush of looking at someone and liking what you see in them. Flirting is probably just as much about falling in love with yourself as it is with someone else.
It's about seeing yourself through someone's eyes and realizing there is plenty to like about yourself, plenty of reasons someone might hang on your every word.
Page 114
Btw, selain romance, ada topik keluarga dan persahabatan juga di sini. Tentang kakak adik yang dulu ga akur dan sahabat sejati yang terus mendampingi apapun yang terjadi. Peluang konflik untuk diperdalam sebenarnya cukup terbuka menurut saya, tapi di satu sisi saya lega juga novel ini cukup begini saja. Ga terlalu berat tapi tetap berisi, bukan hanya seputar cinta yang mendayu-dayu narasinya.
Tone ceritanya sendiri semacam gabungan antara manis, hangat, kelabu, sedih, gamang, dan damai. One True Loves bukan novel yang bergejolak romantisme dan dramanya, namun lebih tenang tapi bukan berarti ga ada badai di sana.
Sebagai penutup, dari kisah One True Loves saya merenungkan pengambilan keputusan dalam hidup, misalnya tentang masa lalu dan saat ini serta masa depan, juga tentang jati diri dan cinta. Cinta sejati itu apa sih? Mengutip apa yang tertulis di buku ini, mungkin cinta sejati adalah menjaga seseorang sekuat tenaga meski tahu bahwa ikatan yang ada belum tentu bertahan lama.
Maybe true love is warming someone up from the cold, or tenderly brushing a hair away, because you care about them with every bone in your body even though you know what's between you won't last
Page 287
Siapa Taylor Jenkins Reid
Taylor Jenkins Reid adalah penulis novel terlaris di New York Times Malibu Rising, Daisy Jones and the Six, dan The Seven Husbands of Evelyn Hugo, serta One True Loves, Maybe in Another Life, After I Do, dan Forever, Interrupted . Dia tinggal di Los Angeles. Novel pertamanya, Forever, Interrupted, diterbitkan pada 2013. Novelnya The Seven Husbands of Evelyn Hugo diterbitkan pada 2017.
Novel ini dinominasikan untuk Penghargaan Pilihan Goodreads untuk Fiksi Sejarah Terbaik 2017 dan finalis untuk penghargaan Book of the Month's Book of the Year pada 2017. (wikipedia)
-----------------
-------------------------------------------------------------------------
Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.
Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.
Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.
Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainer, serta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka.
Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.
Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.
Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial
TERBARU - REVIEW BUKU
Review Buku The Quiet Tenant - Clémence …
23-08-2023 Dipidiff
National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...
Read moreReview Buku The Only One Left - Riley Sa…
23-07-2023 Dipidiff
Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...
Read moreReview Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…
14-06-2023 Dipidiff
Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman : 246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...
Read moreReview Buku Earthlings - Sayaka Murata
14-02-2023 Dipidiff
A New York Times Book Review Editors' ChoiceNamed a Best Book of the Year by the New York Times, TIME and Literary HubNamed a Most Anticipated Book by the New York Times, TIME, USA Today, Entertainment Weekly, the Guardian, Vulture, Wired, Literary Hub, Bustle, PopSugar, and Refinery29 Judul...
Read more