0

Review Buku I Have Something to Say - John Bowe

Written by Dipidiff

 

 

Judul : I Have Something to Say

Mastering the Art of Public Speaking in an Age of Disconnection

Penulis : John Bowe

Jenis Buku : Communication – Public Speaking

Penerbit : Penguin Random House

Tahun Terbit : Agustus 2020

Jumlah Halaman : 240 halaman

Dimensi Buku :  5.75 x 0.8 x 8.52 inci

Harga : Rp. 411.000 *harga sewaktu-waktu dapat berubah

ISBN : 9781400062102

Hardcover

Edisi Bahasa Inggris

Available at PERIPLUS BANDUNG Bookstore (ig @Periplus_setiabudhi, @Periplus_husein1 , @Periplus_husein2)

 

 

 

Sekelumit Tentang Isi

 

Bill, sepupu John Bowe yang berusia 59 tahun, mengejutkan keluarga besar dengan mengumumkan pernikahannya dengan kekasihnya. Selama bertahun-tahun Bill dikenal keluarga sebagai pribadi yang tertutup dan introvert, sehingga berita itu sangat mengagetkan bagi mereka. Didorong oleh rasa penasaran, John Bowe bertanya secara pribadi kepada Bill apakah gerangan yang terjadi sehingga kehidupan personal Bill bisa berubah begitu drastis. 

Rahasia Bill rupanya terletak pada bergabungnya ia menjadi anggota Toastmasters, sebuah organisasi terbesar di dunia yang mengabdikan diri untuk mengajar seni berbicara di depan umum. Terinspirasi oleh cerita Bill, John Bowe memutuskan untuk mencoba sendiri belajar di Toastmasters dan ini kemudian membawanya pada sebuah petualangan penemuan sisi lain dari dirinya yang lebih percaya diri, sehat, berani, bahagia, dan berhasil.  

Bowe menunjukkan bahwa belajar berbicara di depan umum bukan hanya memberikan kita kemampuan untuk berpidato dengan baik dan tanpa gugup, tapi lebih dari itu, yakni terhubung dengan orang lain memberi kita kebebasan, kekuasaan, dan rasa memiliki yang lebih besar.

 

Yuk kita intip daftar isinya:

Author’s Note

Introduction

  1. Active Participation
  2. You. Can.
  3. Getting to the Point
  4. You Kind of Mellow Out
  5. The Power Zone
  6. Letting It All Hang Out
  7. Facts Are Stupid Things
  8. Seeing Is Believing
  9. Find the Pizza
  10. Toward Justice and Harmony

Appendix: Five Steps to Help You Give a Great Speech

Acknowledgements

Sources

 

Seputar Fisik Buku dan Disainnya

Seperti puzzle ya komunikasi itu. Buat saya ilustrasi puzzle nya menarik sekali. Gambarnya menurut saya mencerminkan keyword disconnection yang menjadi sub title dan isi buku ini, bahwa komunikasi, khususnya seni berbicara di depan umum, membawa kita pada satu state diskoneksi menjadi terkoneksi. Buku yang saya baca ini versi hardcover sampul lepas. Saya suka fisiknya yang kokoh, dan pilihan warnanya yang menurut saya tidak biasa.

 

Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini

Pernahkah teman-teman merasa lebih nyaman berkomunikasi lewat teks ketimbang pertemuan langsung? Atau terbata-bata ketika diminta berbicara di depan banyak orang?  Saya dulu pernah, dan kadang masih merasa demikian hingga saat ini. Profesi menuntut saya untuk bisa berkomunikasi dengan baik, dan itu yang memang akhirnya mengasah kemampuan berkomunikasi. Tapi secara nature, saya pemalu dan introvert dalam porsi tertentu. Yang sama pemalu atau introvert seperti saya, yuk kita gandengan tangan dulu :). Dan jelas bahwa ketakutan berbicara di depan banyak orang ini bukan hanya terjadi pada kita, tapi pada sebagian besar orang di dunia.

According to the National Institutes of Health, 74 percent of Americans suffer from speech anxiety. One often hears that “Americans fear public speaking more than death.”

Page 12

 
 
Maka membaca buku komunikasi dan belajar public speaking adalah concern saya sejak dulu, karena bukankah kita membutuhkan penguasaan komunikasi untuk 'survive'.  Dan kali ini sebuah buku tentang komunikasi berjudul I Have Something to Say jadi bacaan saya bulan ini.
 
Seperti yang dituliskan di sampulnya, 'Mastering the Art of Public Speaking in an Age of Disconnection', buku ini intriguing buat saya karena kata 'diskoneksi-nya', karena setahu saya internet membuat manusia menjadi connected people. Tapi tentu saja ada alasan mengapa John Bowe sebagai penulis mengganggap saat ini adalah era diskoneksi. Pasti pada penasaran kan. Saya juga.
 
Alasan mengapa John Bowe menganggap masa kini adalah era diskoneksi adalah karena teknologi yang tersedia memudahkan kita untuk berkomunikasi lewat teks, sehingga di kehidupan nyata komunikasi langsung semakin berkurang, dan kita menjadi terdiskoneksi dengan lingkungan sosial, yang jauh menjadi dekat, yang dekat menjadi jauh, dan komunikasi tulisan menjadi lebih sering dibanding lisan. 

Americans participating in public or civic groups or clubs (like Toastmasters, but also, for example, bridge, clubs, political groups, religious organizations, and the PTA) has dropped by 75 percent. Recent surveys find that 65 percent of American millenials “don't feel confident” in live social interactions. Eight out of ten feel “more comfortable” texting or chatting online than conversing face-to-face.

Page 10

Over a third of Americans say they “never” socialize with their neighbors (a figure that's risen 50 percent in the last forty years). A 2012 study conducted by scientist at University of Michigan found that college students today demonstrate 40 percent less empathy than their peers from the 1980s. These trends, it seems, are mutually self-reinforcing. In a series of long-term studies by noted University of Chicago psychologist John Cacioppo, loneliness and self-centeredness offer off each other, creating a positive feedback loop: Our increased self-absorption leads to decreased skill at reading social cues, which then leads to an increase in social slights and mishaps, and hence to difficult, dissatisfying social relations. The harder we find social relations, the more we withdraw from them, further limiting opportunities to “practice” the skills of social relations....

Page 64

 

Di samping itu diskoneksi yang dimaksud oleh John Bowe juga mengacu pada kita orang-orang introvert yang terisolasi dari lingkungan sosial karena rasa malu dan enggan berinteraksi. Kita terdiskoneksi dengan yang lain, tapi dengan menguasai seni berbicara di depan umum, lambat laun kita akan kembali terkoneksi dengan lingkungan luar.
 
 
Buku ini terasa berbeda buat saya, karena I Have Something To Say adalah buku public speaking yang ditulis bukan oleh public speaker tapi mendapatkan respon yang bagus dari pembaca internasional, dan story telling adalah poin yang membuat pemaparan di buku ini terasa begitu personal dan intens. Saya menyukai gaya berceritanya yang mengalir yang kadang membuat saya seolah-olah sedang menyimak sebuah cerita fiksi akibat efek membaca dialog tokoh.

“Hey, man,“ he said, shaking my hand, bro-style, “Whe're gonna get some Vita Coco. Wanna come with?” As we strode through the aisles, passing the produce and coffee products, Milter asked, “How'd your Icebreaker, go, John?” I nearly choked. It hardly seemed the time to vent my ruminations about the decline of civic discourse in America, nor my personal fears of voicelessness, so I shrugged and mumbled something like “Ahhh-it-was-ah-well.”

Page 53

 
Dalam kebanyakan buku bertema public speaking yang saya baca, si penulis pastilah public speaker terkenal, lalu umumnya didalamnya ada strategi, teknik, tips, dan trik. Tapi di buku ini yang kita simak adalah kisah John Bowe, yang di bidang jurnalis sangat diakui kemampuannya, tapi berjuang begitu hebat hanya untuk bicara di depan sebuah grup kecil.

By mumbling at times instead of speaking clearly, I rendered, say, 10 percent of my words incomprehensible – hard for my audience to connect to. By slouching, cowering, and grimacing – calling attention to my discomfort instead of my story – I diminished our connection still more. By dropping in words and phrases in basic French (never mind that I was self-deprecatingly trying to reenact my own ignorance of French at the time of the story), I chipped away still further at any sense of connection. By blithely omitting any explanation for why I'd taken such a dangerous journey in the first place (didn't everyone in their twenties have a death wish?), I made it hard for them to relate to the story – and to me.

Page 44

 
Inspirasi awal Bowe masuk ke dalam grup pelatihan public speaking juga begitu 'membumi', yakni gara-gara sepupunya yang single bertahun-tahun lamanya, pemalu serta introvert, tiba-tiba mengumumkan pernikahan.
 
Bowe berpikir pasti ada yang terjadi yang telah mengubah hidup Bill. Pada suatu acara keluarga Bill memberi tahu Bowe kalau ia bergabung ke dalam Toastmasters, sebuah klub besar yang punya cabang-cabang di tiap kota, dan mengadakan semacam kegiatan kumpul bersama untuk saling berbagi cerita, tentu saja dibawah bimbingan mentor untuk meningkatkan kemampuan member dari waktu ke waktu. Inilah awal mula perubahan hidup Bill yang sebenarnya.

My step-cousin Bill von Hunsdorf grew up in Dyersville, Iowa, an arcadian hamlet of some thousand families surrounded by a sea of corn. In elevent grade, Bill asked a classmate to prom. She said no. Bill responded by moving to the family basement – and staying there for the next forty-three years.

He went to church now and then, but mostly he lived the life of a recluse. He taught himself to speak German. He learned to play several Chopin sonatas. He spent a decade building a model train set that wound through the entire space, gracing every bend and junction with miniature juniper trees, Old West buildings, and painstakingly detailed figures of human beings.

On the three occasions that I'd meet him, Bill engaged in pleasant, if eccentric, conversation. But he remained the most socially isolated person I'd ever known. As family members reported over the years, 'he'd never been on a date, never...

Page 3

 

 
Bowe lalu memutuskan masuk ke grup Toastmasters dan merasakan betapa malu dan susahnya untuk hanya sekadar menyampaikan pesan di depan sekumpulan kecil orang-orang. Ia banyak bergumam, kehilangan kata-kata, memasukkan tangannya bolak-balik ke saku atau menggaruk-garuk tengkuknya. Perjalanan Bowe belajar public speaking menjadi ruh dari buku ini. It related to common people and humble.
 
Di Toastmasters, John Bowe bertemu banyak orang-orang yang punya karir bagus tapi kesulitan berbicara di depan publik dan karir mereka menjadi mandeg karenanya. Kasus ini pastinya tidak hanya terjadi di kehidupan orang-orang Amerika sana ya, karena nyatanya kelas Public Speaking dimana saya menjadi fasilitatornya, memang banyak peserta yang secara level pekerjaan sudah setara kepala divisi, atau punya prestasi tertentu, tapi masih minim dalam skill public speaking. Dan tuntutan pekerjaan menyebabkan mereka mengambil program ini untuk peningkatan diri dan atau jenjang karir. Hal ini juga menjadi salah satu tujuan saya selalu belajar skill yang satu ini.

Reed, I'd learned, worked for a prominent national bank, leading a technical sales team. Like a lot of Toastmasters I'd met, she'd entered the workforce as an engineer, then proven herself so capable that she'd been promoted into management, where, unexpectedly, her lack of people skills proved a stumbling block. Her current position often landed her on stage to lead product demonstrations before hundreds of sub ordinates, a task she'd never relished. Like me, she'd never aspired to be a talker, an explainer, the kind of person who charmingly, articulately chatters away onstage. But as her boss had made all too clear, her job depended on it.

Page 53

 
 
Banyak hal menarik yang disampaikan Bowe, mulai dari riset yang ia lakukan tentang asal muasal public speaking dan tokoh-tokoh klasiknya seperti Plato, Aristoteles, dan Cicero,

In approximately 335 B.C., Plato's former student, Aristotle, would publish a series of lecture notes known as the Ars Rhetorica, precisely in answer to the question. We learn rhetoric, wrote Aristotle, not in order to lie better, but because learning to see arguments from all sides and learning to see the constituent components of persuasion aid us in disarming those who would manipulate the masses.

...

Page 42

 
 
hingga wawancaranya dengan public figure seperti founder dominos, Tom Monaghan, hingga penulis introvert yang TEDTalks nya ditonton berjuta orang, Susan Cain, seputar perjuangan berat mereka untuk belajar berkomunikasi di depan banyak orang.

The next morning, during a furious downpour, I picked up the phone and called Susan Cain, author of the best-selling book Quiet: The Power of Introverts in a World That Can't Stop Talking. I'd messaged her through her website and explained my book's mission, and she'd kindly agreed to an interview. Cain's book would eventually spend years on the New York Times best-seller list, fulfilling her childhood dream to be a ..

Page 48

One Friday in mid-August, five weeks after joining Toastmasters, I was sitting at my desk, waiting for a call from Toastmasters alumnis Tom Monaghan, founder of Domino’s Pizza, former owner of the Detroit Tigers, and one of the richest men in the world.

...

Page 63

 
atau membahas teori buku-buku komunikasi dan public speaking yang populer, misalnya Dale Carniege

For most of the twentieth century, the term “public speaking” was nearly synonymous with Dale Carniege, author of numerous public speaking books and the best-selling self improvement book of all time, How to Win Friends and Influence People, published in 1936. Carniege’s lessons boiled down to a simple precept: The key to success is a sunny, bubbly disposition:

You don't feel like smiling. Then what? Two things. First, force yourself to smile. If you are alone, force yourself to whistle or hum a tune or sing. Act as if you were already happy, and that will tend to make you happy.

Page 39

 

Dan bukan jurnalis New York Times namanya jika tidak mengangkat isu lalu mempertanyakannya dari berbagai sudut pandang yang beda dan mendalam. John Bowe bukan hanya berbagi teknik public speaking basic ala Aristoteles tapi juga membeberkan tekkni Toastmasters, klub tempat ia belajar.

Whether we're championing our sincere beliefs, conning someone out of their fortune, or making everyday chitchat, there are three means, wrote Aristotle, by which we seek to persuade our listeners:

Logos – facts

Pathos – the emotions we stir up in our audience as we lay out our facts

Ethos – our character

Of these the most important – by a millionfold – is ethos: character.

In real life, “character” refers to our bona fide moral qualities – the stuff people know about us, our reputations, and so on. In public speaking, however, the term refers purely to how people percieve us. This includes our “genuine self” insofar is our audience knows who we are, but it also include the degree of credibility we create through the competence with which we present ourselves and our information.

Page 112

 

Like most modern public speaking methodologies, Toastmasters suggests opening a speech by “grabbing” one's audience with something dramatic and vivid. You might, for example, begin with a surprising personal anecdote: “Ladies and gentlemen. Ever wake up to find yourself in the middle of a swamp, naked, with for of your rugby buddies? Uh-oh! Been there!” You can pique an audience’s attention with a startling, wow-I-never-knew-that statistic: “Ladies and gentlemen, this morning, as we sit here enjoying our pastries and coffee, thirty-four hundred kite boarders around the world will get skin cancer.” You can boldly commence with a start quotation from a famous person: “Ladies and gentlemen, in the words of Selena Gomez...”

...

Like many tips for novice public speakers, the advice makes sense – until you try it. The device (at least, in my head, as I imagined using it) felt forced and sales-y. ..

Page 37

 

Melalui tulisan-tulisannya John Bowe juga mengajak pembaca untuk merenungkan makna komunikasi bagi kehidupan.
 

Twenty-four hundred years ago, Aristotle, the world's greatest authority on the subject, described it a little differently. In public or private, he taught, we speak for one reason: to persuade. Speech, in his view, was a grand and ceaseless argument. In the bedroom, the boardroom, or the public square, this endless competition – my point of view against yours, ours against theirs – was actually “a partnerhip.” It was the collective collaboration through which we develop and adjust our ideas about the foundations of civilization: justice, law, morality, and culture. To study the art of speech was more than merely learning to speak well or prettily. It meant exploring the basic operating system of human nature, the means by which we assert our identity and ultimately resolve questions of good and bad, true and false.

Isocrates, Aristotle’s more successful contemporary and one of Athen’s most famous speech teachers (with whom Aristotle almost never saw eye-to eye) agreed with him on this: Speech was the quintessential human activity. For Isocrates, eloquence was intertwined with good action and larger notions of citizenship. If there was a single art form the mastery of which could make us wiser, more just, and more useful to our fellow citizens, it was public speaking.

If these ideas today seemed pie-in-the-sky, I'd interviewed hundreds of Toastmasters who seemed to prove his point. Learning to give speeches had transformed their lives and made them better, happier people.

Page 18

 

I loved the broad idea that speech training could serve as medicine, healing the shy, connecting the disconnected, and mending our fractious, decaying society. Public speaking seemed like a profoundly useful and positive thing for other people to learn.

As for me, well, like most Americans, I was terrified of public speaking.

Page 12

  

 
 
Ada satu poin juga yang menarik buat saya ketika John Bowe membahas sifat pemalu. Di dalam buku dikatakan bahwa pemalu itu dekat dengan sifat egois karena seorang yang pemalu banyak memikirkan sesuatu dari perspektif dirinya sebagai center of the world ketimbang memandang sesuatu dari sisi orang lain. Jika dipikir-pikir ini banyak benarnya juga kan ya.

When I'd called my cousin Bill a few weeks earlier to tell him I'd joined Toastmasters, he'd mentioned that, in his opinion, shyness is little more than selfishness. “Call it modesty or bashfulness, if you will,” he d said. “But my underlying problem was thinking too much about myself and how others see me, instead of considering them and how they hear. “ I'd found his thoughts interesting, ...

Page 62

 

Setelah menyimak cerita dan pemaparan John Bowe seputar teknik public speaking yang diajarkan di Toastmasters dan pengalaman pribadinya belajar di sana, saya bersyukur ada chapter Appendix di ujung buku ini. Meski isi buku menurut saya mudah dipahami tapi bab ringkasan sangat membantu fokus kita sebagai pembaca untuk kembali menyatu utuh setelah sempat melebar di bab-bab sebelumnya.
 
Chapter Appendix berisi Five Steps to Help You Give a Great Speech yang poin singkatnya saya kutipkan di bawah ini.
STEP 1. Think about your audience.
STEP 2. Define your purpose for speaking.
STEP 3. Outline and organize your speech.
STEP 4. Compose your speech.
STEP 5. Practice your speech.
 

APPENDIX

Five Steps to Help You Give a Great Speech

Many readers open a book like this looking for simple guidance about surviving their next speech, report, or presentation. Here, for your benefit, is the briefest possible outline of how to do so.

Step 1: Think about your audience.

In the words of Aristotle: The audience is the beginning and the end of public speaking.

...

Page 203

 
Bagian penutup buku juga pasti sangat melegakan para pembaca karena menyuarakan suara hati dengan mengena.
Very few of us are naturally eloquent. If it's any consolidation, students in ancient times spent years studying these very techniques. I should also add that plenty of great speakers break at least some of the rules I describe above. If you rigorously embrace even half the steps in this Appendix, you'll see how and why learning to speak in public has nothing to do with overcoming shyness or changing your personality. It's a technical skill that nearly anyone can acquire. As you learn to say what you mean in the way that you mean to say it with diminishing anxiety, you'll feel what it means to represent yourself in the world honestly and ably - instead of wondering what that would be like.
Page 212
 
 
I Have Something to Say adalah salah satu buku komunikasi - public speaking yang bagus dan tepat untuk dibaca bahkan oleh kita yang merasa sangat tertutup dan pemalu sekalipun. Hakikat berkomunikasi bukan hanya untuk menyampaikan pesan, tapi juga untuk terhubung dengan satu sama lain, dan menjadi bagian dari kehidupan yang berubah dan terus berkembang.

 

Siapa John Bowe

John Bowe adalah kontributor pada The New Yorker, The New York Times Magazine, GQ, This American Life, McSweeney’s, dan media lainnya. Ia juga penulis dari Nobodies: Modern American Slave Labor dan Dark Side of the New Global Economy, editor Us: American Talk About Love, dan co-editor Gig: American Talk About They Jobs.

Sumber: Buku I Have Something to Say

John Bowe (lahir 1964 di Minnesota) adalah seorang penulis dan pakar pidato Amerika. Dia telah menulis untuk The New York Times Magazine, The New Yorker, GQ, The Nation, McSweeney's, dan This American Life. Dia adalah co-editor GIG: Orang Amerika Berbicara Tentang Pekerjaan Mereka (dengan Sabin Streeter dan Marisa Bowe); penulis Nobodies: Modern American Slave Labour and the Dark Side of the New Global Economy, editor US: American Talk About Love, dan penulis I Have Something to Say: Mastering the Art of Public Speaking in an Age of Disconnection. Dia ikut menulis skenario untuk film Basquiat dengan Julian Schnabel.

 

John Bowe lulus dari Minneapolis 'Blake School pada tahun 1982, memperoleh gelar BA dalam bahasa Inggris (dengan pujian) dari University of Minnesota pada tahun 1987 dan memperoleh MFA dalam film dari Columbia University School of the Arts pada tahun 1996.

 

John Bowe menerima J. Anthony Lukas Work-in-Progress Award Sydney Hillman Award untuk jurnalis, penulis, dan tokoh masyarakat yang mengejar keadilan sosial dan kebijakan publik untuk kebaikan bersama, Richard J. Margolis Award, didedikasikan untuk jurnalisme yang menggabungkan kepedulian sosial dan humor, dan Penghargaan Media Harry Chapin untuk reportase isu-isu terkait kelaparan dan kemiskinan.

 

Sumber: Wikipedia

 

Rekomendasi

Buku ini saya rekomendasikan kepada pembaca yang mencari buku referensi tentang komunikasi, public speaking khususnya, yang memberikan insight tidak hanya tentang teknik dasar public speaking tapi juga pemahaman bahwa komunikasi dan public speaking adalah kunci pengembangan hidup yang luar biasa.

 

 

 

 

 

-------------------------------------------------------------------------


 

Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.

Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.

Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.

Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainerserta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka. 

Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.

Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.

Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial

 

 

 

TERBARU - REVIEW BUKU

Review Buku The Quiet Tenant - Clémence …

23-08-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

  National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...

Read more

Review Buku The Only One Left - Riley Sa…

23-07-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

    Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...

Read more

Review Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…

14-06-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman :  246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...

Read more

Review Buku Earthlings - Sayaka Murata

14-02-2023 Dipidiff - avatar Dipidiff

A New York Times Book Review Editors' ChoiceNamed a Best Book of the Year by the New York Times, TIME and Literary HubNamed a Most Anticipated Book by the New York Times, TIME, USA Today, Entertainment Weekly, the Guardian, Vulture, Wired, Literary Hub, Bustle, PopSugar, and Refinery29   Judul...

Read more

TERBARU - STORIES OF PLACES

Tomoro Coffee (a Story)

11-09-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Bandung sudah mulai masuk musim penghujan, setidaknya begitulah kelihatannya, karena dua hari ini hujan turun menjelang sore atau malam hari. Cuaca juga cenderung mendung dan syahdu. Cocok untuk ngopi di...

Read more

Woodyland Eatery Bandung (a Story)

23-07-2024 Dipidiff - avatar Dipidiff

    Tak terasa Juli 2024 tiba. Saya masih ingat begitu susahnya mengatur jadwal untuk sekadar ngopi di cafe atau resto bersama teman. Agenda yang satu ini memang salah satu yang paling...

Read more

Kalpa Tree di Ciumbuleuit Bandung (a Sto…

11-08-2022 Dipidiff - avatar Dipidiff

Airy, stylish international restaurant with glass walls, plants & wine, plus a pool & garden.   Baru kemarin, Rabu tanggal 10 Agustus 2022 saya ke Kalpa Tree dalam rangka meeting. Sebenarnya ini...

Read more

Marka Cafe + Kitchen (a Review)

16-10-2019 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Untuk mereka yang biasa ngafe atau duduk-duduk nongkrong sambil menikmati kopi pasti sudah kenal kafe yang satu ini. Saya juga tahu Marka cafe karena diajak partner saya ngobrol-ngobrol tukar pikiran...

Read more

Cafe Nanny's Pavillon (a Review)

27-07-2019 Dipidiff - avatar Dipidiff

  "Do what you love, love what you do". Saya masih ingat sekali menggunakan kutipan itu untuk caption instagram saya waktu posting foto Nanny's Pavillon. Tapi benar ya, rasanya hari itu...

Read more

The Warung Kopi by Morning Glory (a Stor…

28-03-2019 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Setengah ga nyangka dan setengah takjub juga begitu nemu kafe asyik kayak begini di wilayah Bandung Timur. Maklum sudah keburu kerekam di memori otak kalau kafe-kafe cozy adanya cuma di...

Read more

TERBARU - SELF EDUCATION

10 Tips Mengatasi Kesepian

05-12-2021 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Apakah kamu akhir-akhir ini merasa kesepian? Rasa sepi ini ga cuma hadir saat sendiri, tapi juga di tengah keramaian, atau bahkan saat bersama orang-orang terdekat. Ada sebuah rasa hampa yang...

Read more

Tentang Caranya Mengelola Waktu

11-08-2021 Jeffrey Pratama - avatar Jeffrey Pratama

  “Seandainya masih ada waktu...” Berani taruhan, diantara kita, pasti pernah berkomentar seperti di atas, atau yang mirip-mirip, minimal sekali seumur hidup. Waktu merupakan satu-satunya sumber daya yang tidak dapat diproduksi ulang. Apa...

Read more

Cara Membuat Perpustakaan Pribadi di Rum…

25-09-2020 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Perpustakaan sendiri punya kenangan yang mendalam di benak saya. Saya yakin teman-teman juga punya memori tersendiri ya tentang library. Baca juga "Arti Perpustakaan Bagi Para Pecinta Buku" Baca juga "Perpustakaan Luar...

Read more

The Five Things Your Website Should Incl…

17-08-2019 Dipidiff - avatar Dipidiff

  Website dan blog adalah portal wajib perusahaan masa kini. Penyebabnya tentu saja adalah kemajuan teknologi seperti internet dan gadget. Jaman sekarang memiliki bisnis tak harus memiliki bangunan fisik, cukup dengan...

Read more