Review Buku The Silent Patient - Alex Michaelides
The instant #1 New York Times bestseller
Amazon Charts #4 this week
The Winner of Goodreads Choice Awards 2019 (in Mystery and Thriller).
Judul : The Silent Patient
Penulis : Alex Michaelides
Jenis Buku : Psychological Suspense
Penerbit : Celadon Books
Tahun Terbit : February 2019
Jumlah Halaman : 352 halaman
Dimensi Buku : 23.37 x 15.75 x 2.29 cm
Harga : Rp. 275.000*harga sewaktu-waktu dapat berubah
ISBN : 9781250230782
Paperback
Edisi Bahasa Inggris
Available at PERIPLUS BANDUNG Bookstore (ig @Periplus_setiabudhi, @Periplus_husein1 , @Periplus_husein2)
Sekelumit Tentang Isi
Alicia Berenson yang cantik dan pelukis berbakat menikah dengan Gabriel yang merupakan seorang fotografer fesyen populer. Dari luar kehidupannya tampak sempurna dan pernikahan mereka bahagia. Tapi pada suatu malam, Gabriel pulang terlambat dari pemotretan mode, dan Alicia menembaknya lima kali di wajahnya. Setelah peristiwa penembakan itu, Alicia tidak pernah berkata-kata lagi.
Publik menilai Alicia sebagai pembunuh berdarah dingin atau penderita sakit jiwa. Tapi tak sedikit yang percaya bahwa Alicia tidak bersalah. Alicia akhirnya menjadi pasien di Grove, sebuah unit forensik yang aman di London Utara.
Sebagai seorang psikoterapis kriminal, Theo Faber, merasa mampu mengembalikan akal sehat Alicia. Tekadnya untuk membuatnya berbicara dan mengungkap misteri pembunuhan tersebut membawanya ke motivasi di balik kehidupannya sendiri. Lukisan-lukisan Alicia menjadi salah satu petunjuk yang sulit dipecahkan dalam usahanya memahami alasan Alicia membunuh suami yang dicintainya. Atau ada orang lain yang menjadi pembunuh sebenarnya (?)
Seputar Fisik Buku dan Disainnya
Paperback bersayap begitu saya menamakan fisik bukunya. Pilihan warna judul memberikan kesan yang cocok untuk isi ceritanya yang ada pembunuhan berdarah-darahnya. Sisanya saya tidak begitu mengamati, kemungkinan karena saya lebih menyukai versi cover yang lain yang warnanya biru putih dan ada ilustrasi kursi. Rasanya disain yang itu lebih beresonansi dengan jalan cerita menurut saya.
Tokoh dan Karakter
Alicia Berenson, menolak bicara setelah kasus kematian suaminya. Seniman cantik yang punya masalah kejiwaan akibat masa kecil yang tidak bahagia.
Gabriel Berenson, ditemukan mati dengan luka tembakan di wajah. Tampan dan menawan.
Prof Diomedes, kepala unit forensik Grove, bijak dan hati-hati.
Theo Faber, psikoterapis kriminal yang menangani kasus Alicia, optimis bisa menyembuhkan trauma yang Alicia alami dan membuatnya kembali bicara serta memecahkan misteri pembunuhan suaminya.
Yuri, penjaga yang bertugas di Grove, tampan dan ramah.
Christian, psikoterapis kriminal di Grove, sinis dan menunjukkan ketidaksukaannya kepada Theo dengan jelas.
Stephanie, kepala keamanan Grove yang menentang keras usaha Theo dalam membuat Alicia kembali bicara, terutama saat metodenya melibatkan pengurangan obat-obatan yang diberikan kepada Alicia.
Kathy, istri Theo yang cantik, akhir-akhir ini bersikap misterius, terbukti berselingkuh dengan seorang pria.
Elif, pasien Grove yang temperamen, bertubuh besar, berbicara kasar dan provokatif, sering berbuat ulah sehingga dianggap berbahaya dan tidak disukai.
Tokoh utama dalam novel ini jauh dari sempurna, antagonis, sisi gelapnya membebani, dan karakternya statis hingga akhir. Menyelami isi perasaan dan pikiran Theo maupun Alicia membuat kita turut depresi hingga tingkat tertentu, dan ini efek dari gaya cerita Alex Michaelides yang sukses membawa pembacanya ke arah sana.
Deskripsi tokoh-tokohnya termasuk detail, misalnya tokoh Yuri dan Alicia yang saya kutipkan di bawah ini.
Yuri was good–looking, well built, and in his late thirties. He had dark hair and a tribal tattoo creeping up his neck, above his collar. He smelled of tobacco and too much sweet aftershave.
Page 20
I hadn't expected her to be in such bad shape. There were some choes of the beautiful woman she had once been: deep blue eyes; a face of perfect symmetry. But she was too thin and looked unclean. Her long red hair was hanging in a dirty, tangled mess around her shoulders. Her fingernails were chewed and torn. Faded scars were visible on both her wrists – the same scars I'd seen faithfully rendered in the Alcestis portrait. Her fingers didn't stop trembling, doubtless a side effect of the drug cocktail she was on – risperindone and other heavyweight antipsyotics. And glistening saliva was collecting around her open mouth, uncontrollable drooling being another unfortunate side effect of the medication.
Page 25
Alur dan Latar
Alurnya menurut saya termasuk cepat untuk ukuran suspense. Tapi pola alurnyalah yang paling menarik perhatian saya karena seolah tidak punya pegangan waktu yang pasti, dan ini baru bisa dipahami ketika kita sudah tiba di akhir cerita.
Endingnya yang mulus. Plot twistnya bagus dan berlapis. Untuk suspense, buku ini menjadi salah satu yang paling saya rekomendasikan di tahun 2019.
Novel ini menjadi sangat menarik di sepertiga bagian akhir ketika saya mulai merasa bisa menebak teka-teki ceritanya, yang kemudian untungnya ternyata tidak sesederhana yang saya kira. Buat saya The Silent Patient tidak mengecewakan dan pantas jadi juara Goodreads Choice Awards 2019.
Mayoritas latar cerita berada di Grove dengan deskripsi lokasi dan suasana yang detail.
The Grove was located in the oldest part of Edgware hospital. The original redbrick Victorian building had long since been surrounded and dwarfed by larger, and generally uglier, additions and extentions. The Grove lay in the heart of this complex. The only hint of its dangerous occupants was the line of security cameras perched on the fences like watching birds of prey. In reception, every effort had been made to make it appear friendly – large blue couches, crude, childish artwork by the patients taped to the walls. It looked to me more like a kindergarten than a secure psychiatric unit.
Page 20
I turned the handle of the door creaked open. I was immediately struck by the smell inside the room. It smelled different from the rest of the hospital. It didn't smell like antiseptic or bleach rather bizarrely, it smelled like an orchestra pit. It smelled of wood, strings and bows, polish, and wax. It took a moment for my eyes to become accustomed to the gloom, then I noticed the upright piano against the wall, an incongruous object in a hospital. Twenty-odd metallic music stands gleamed in the shadows and a stack of sheet music was piled high on the table, an unsteady paper tower reaching for the sky. A violin was on another table, next to an oboe, and a flute. And beside it, a harp – a huge thing with a beautiful wooden fram and a shower of strings.
Page 29
Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini
Kutipan adalah gaya yang cukup umum ada di buku-buku fiksi saat ini. Di The Silent Patient, kutipan selalu menjadi satu bagian dengan halaman Part buku. Menariknya adalah kutipan yang dipilih merupakan kutipan-kutipan dari tokoh-tokoh populer psikologi. Salah satunya adalah Sigmun Freud yang merupakan bapak psikoanalisis, yang mana cocok sekali dengan napas cerita The Silent Patient.
PART ONE
He that has eyes to see and ears to hear may convince himself that no mortal can keep a secret. If his lips are silent, he chatters with his fingertips; betrayal oozes out of him at every pore.
- SIGMUND FREUD, Introductory Lectures on Psychoanalysis
Buku thriller yang satu ini sudah jadi wishlist saya sejak beberapa bulan lalu, dan ada di TBR saya cukup lama hingga akhirnya dapat giliran baca. The Silent Patient menjadi buku thriller terfavorit saya yang terbaru, menggantikan The Fifth To Die-nya JD. Barker. Saya suka deskripsi tokoh, karakter, dan latarnya yang detail dan hidup. Saya juga suka trik psikologi yang dimainkan tokoh Theo. Rupanya ada juga bab-bab diary di buku ini, seperti novel The Forth Monkey.
Buat saya novel thriller ini page turner dan mudah dicerna pula. Babnya singkat, plotnya termasuk cepat. Meski demikian kita tidak kehilangan ritme misterinya yang pelan-pelan datang. Siapa pembunuh suami Alicia (?) Di dua pertiga bagian buku kita sudah diberikan beberapa tokoh yang patut dicurigai, ternyata oh ternyata apa yang ada di balik tragedi pembunuhan itu cukup kompleks juga ya. Ada kakak ipar, sepupu, dan kawan karib yang ternyata tidak 'sekarib' yang diduga.
Meski jumlahnya sedikit tapi crime scene yang ada cukup detail berdarah-darah ya. Untung hanya satu saja yang seperti ini.
A gun was on the floor. Next to it, in the shadows, Gabriel was seated, motionless, bound to a chair with wire wrapped around his ankles and wrists. At first the officers thought he was alive. His head lolled slightly to one side, as if he were unconscious. Then a beam of light revealed Gabriel had been shot several times in the face. His handsome features were gone forever, leaving a charred, blackened, bloody mess. The wall behind him was sprayed with fragments of skull, brains, hair – and blood.
Blood was everywhere – splashed on the walls, running in dark rivulets along the floor, along the grain of the wooden floorboards. The officers assumed it was Gabriel’s blood. But there was too much of it. And then something glinted in the torchlight – a knife was on the floor by Alicia’s feet. Another beam of light revealed the blood spattered on Alicia’s white dress. An officer grabbed her arms and...
Page 6
Sepanjang jalan cerita terasa sekali 'tema' psikoanalisisnya. Ada terapi-terapi yang disebutkan, ada tokoh dan opininya, dan lain sebagainya. Menarik buat saya karena menambah wawasan dan memperkuat tema cerita.
Without wishing to sound boastful, I felt uniquely qualified to help Alicia Berenson. I 'm a forensic psychotherapist and used to working with some of the most damaged, vulnerable members of society. And something about Alicia’s story resonated with me personally – i felt a profound empathy with her right from the start.
Page 12
Psychotherapy had quite literally saved my life. More important, it had transformed the quality of that life. The talking cure was central to who I became – in a profound sense, it defined me.
It was, I knew, my vocation.
...
Page 17
Silence.
“I think of myself as a relational therapist. Do you know what that means?
Silence.
“It means I think Freud was wrong about a couple of things. I don't believe a therapist can ever really be a blank slate, as he intended. We leak all kinds of information about ourselves unintentionally – by the color of my socks, or how I sit or the way I talk. Just by sitting here with you, I reveal a great deal about myself. Despite my best efforts at invisibility, I'm showing you who I am.”
...
Page 92
Kemajuan Theo dalam sesi terapinya juga membuat saya terus penasaran dengan kelanjutannya. Akan berhasilkan ia membuat Alicia kembali berbicara (?) dan dengan cara apa ia bisa melakukan itu semua (?). Bagian ini sangat ditunggu-tunggu sebagai salah satu konflik cerita yang engaging dari awal hingga akhir.
“Oh, dear,” Diomedes said. “You appear to have made an enemy of Stephanie. How unfortunate. “ He shared a smile with Indira, then gave me a serious look. “Six weeks. Under my supervision. Understand?”
I agreed – I had no choice but to agree. “Six weeks.”
“Good.”
Christian stood up, visibly annoyed. “Alicia won't talk in six weeks, or sixty years. You're wasting your time.”
He walked out. I wondered why Christian was so positive I would fail.
But it made me even more determined to succeed.
Page 82
Ada kutipan-kutipan kalimat yang menarik. Salah satunya di bawah ini.
“About love. About how we often mistake love for fireworks – for drama and dysfunction. But real love is very quiet, very still. It's boring, if seen from the perspective of high drama. Love is deep and calm – and constant. I imagine you do give Kathy love – in the true sense of the world. Whether or not she is capable of giving it back to you is another question.”
Page 101
Jangan lupakan juga Alcestis, kisah tragedi Yunani klasik yang ditulis oleh Euripides (384 SM), tentang wanita yang mengorbankan hidupnya untuk menghidupkan kembali suaminya. Alcestis ini menjadi ide di buku The Silent Patient yang memiliki peran besar dalam isi dan pesan cerita. Lukisan tokoh Alicia diberi nama Alcestis karena sebab-sebab tertentu.
I felt dissatisfied. I picked up the play and looked at it. On the cover was a classical statue – a beautiful woman imortalized in marble. I stared at it, thinking of what Jean- Felix had said to me. “If Alicia is dead... like Alcestis, then we need to bring her back to life.”
Page 167
Sejauh ini ketidakstabilan mental para tokoh novel ini bukan berada dalam 'ranah' psychopath, tapi lebih kepada trauma psikis masa kecil - disfungsi keluarga. Warning ya 🤔, keluarga bahagia itu penting untuk perkembangan anak yang kemudian berpengaruh pada banyak sisi psikologi versi dewasa individunya.
Di The Silent Patient saya tidak mencari kesenangan dari sisi sensasi cerita karena memang nyaris biasa saja. Yang saya cari adalah pemuasan karena sisi depresi - psikologi tokoh utama membawa saya pada pemahaman karakter mereka yang sulit diterima akal sehat. Kata siapa mati hanya terjadi ketika tubuh sudah tidak lagi berfungsi (?), sebab sebelum tubuh seseorang mati, mungkin jiwanya sudah lama pergi.
Siapa Alex Michaelides
Alex Michaelides dilahirkan di Siprus dari ayah Yunani-Siprus dan ibu Inggris. Dia belajar sastra Inggris di Universitas Cambridge dan mendapatkan gelar MA-nya di bidang screenwrithing di American Film Institure di Los Angeles.
The Silent Patient adalah novel debutannya. Alex Michaelides adalah seorang penulis dan penulis skenario. The Silent Patient menjadi buku terlaris # 1 New York Times dari Hardcover Fiction di minggu pertama dan merupakan #2 yang paling banyak dijual untuk tahun 2019 di daftar Buku Terjual terbanyak di Amazon.com dalam fiksi. The Silent Patient juga memenangkan Goodreads Choice Award untuk Best Mystery & Thriller tahun 2019.
Michaelides juga menulis film The Devil You Know, yang dibintangi Lena Olin, Rosamund Pike, dan Jennifer Lawrence, dan ikut menulis The Con Is On, yang dibintangi oleh Uma Thurman, Tim Roth, Parker Posey, dan Sofia Vergara.
Sumber: Wikipedia
Rekomendasi
Novel ini saya rekomendasikan kepada pembaca dewasa yang mencari novel psychological suspense dengan topik depresi dan trauma masa kecil. Gloomy. Membaca novel ini membawa kita pada emosi yang menyesakkan. Tokoh-tokoh utamanya sulit untuk kita sukai pada akhirnya. Deskripsi latar suasana dan lokasinya detail, begitupun deskripsi fisik tokoh-tokohnya. Alurnya cukup cepat untuk kategori suspense. Plot twistnya menarik dengan ending tertutup. Sisi perenungan lebih dominan ketimbang sensasi thrillernya. Kata siapa mati hanya terjadi ketika tubuh sudah tidak lagi berfungsi (?), sebab sebelum tubuh seseorang mati, mungkin jiwanya sudah lama pergi.
Content warning: sexual content, murder, blood, mental illness, trauma, infidelity, child abuse, marijuana, self harm/suicide.
-------------------------------------------------------------------------
Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.
Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.
Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.
Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainer, serta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka.
Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.
Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.
Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial
TERBARU - REVIEW BUKU
Review Buku The Quiet Tenant - Clémence …
23-08-2023 Dipidiff

National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...
Read moreReview Buku The Only One Left - Riley Sa…
23-07-2023 Dipidiff

Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...
Read moreReview Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…
14-06-2023 Dipidiff

Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman : 246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...
Read moreReview Buku Earthlings - Sayaka Murata
14-02-2023 Dipidiff

A New York Times Book Review Editors' ChoiceNamed a Best Book of the Year by the New York Times, TIME and Literary HubNamed a Most Anticipated Book by the New York Times, TIME, USA Today, Entertainment Weekly, the Guardian, Vulture, Wired, Literary Hub, Bustle, PopSugar, and Refinery29 Judul...
Read more