Review Buku Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage - Murakami
A New York Times #1 Bestseller
A New York Times and Washington Post notable book, and one of the Financial Times, St. Louis Post-Dispatch, Slate, Mother Jones, The Daily Beast, and BookPage's best books of the year
Judul : Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage
Penulis : Haruki Murakami
Translated from The Japanese by Philip Gabriel
Jenis Buku : Literary Realism
Penerbit : Vintage Publishing
Tahun Terbit :
Jumlah Halaman : 304 halaman
Dimensi Buku : 20.00 x 12.90 x 2.50 cm
Harga : Rp. 170.000*harga sewaktu-waktu dapat berubah
ISBN : 9780099590378
Paperback
Edisi Bahasa Inggris
Available at PERIPLUS BANDUNG Bookstore (ig @Periplus_setiabudhi, @Periplus_husein1 , @Periplus_husein2)
Sekelumit Tentang Isi
Tsukuru dihatui oleh rasa kehilangan yang amat besar. Ada masa dimana ia memikirkan kematian dan ingin bunuh diri, Tsukuru hidup tanpa semangat dan menjalani rutinitas hidupnya tanpa hasrat. Persahabatannya dengan teman-teman sekolahnya dulu yang berakhir sepihak begitu saja membuat ia patah hati. Tsukuru tenggelam dalam depresi. Hingga di suatu titik, Tsukuru bangkit dan mulai membenahi kehidupannya. Tapi Tsukuru yang baru jauh berbeda dengan Tsukuru yang lama. Seolah-olah dirinya yang dulu telah mati tapi tetap menghantui. Tsukuru tanpa sadar hidup dengan beban pikiran dan perasaan, yang baru ia pahami setelah ia bertemu Sara, perempuan yang ia sukai. Tsukuru Tazaki mulai menapaki kembali masa lalunya dan mencoba sembuh dari luka hatinya. Di masa itu, ia mencoba merenungkan dan menemukan kembali arti kehidupannya sekali lagi.
Seputar Fisik Buku dan Disainnya
Mirip buku non fiksi ya disain sampulnya. Kalau saja nama Murakami tidak sepopuler itu, mungkin buku ini akan disalah sangka sebagai buku non fiksi. Saya suka sekali disain-disain sederhana seperti ini, mungkin karena saya juga penggemar non fiksi. Buku Murakami yang lainnya juga disainnya bagus-bagus, anti mainstream untuk sebuah buku fiksi.
Tokoh dan Karakter
Tsukuru Tazaki
Sara Kimoto
Aka
Ao
Shiro
Haida
Karakter para tokoh dibangun dengan pelan dan hati-hati sehingga kuat dan mendalam, hal ini sangat terasa terutama untuk tokoh utama, yaitu Tsukuru Tazaki. Di buku ini kita bisa menyelami perasaan dan pikiran Tazaki dan larut dalam peran yang dibawanya dalam cerita.
Ada protagonis dan antagonis di dalam cerita, dengan karakter yang berdimensi tiga. Baik dan buruknya bisa kita lihat dengan jelas, sehingga para tokohnya terasa alami juga manusiawi.
Deskripsi tokoh diberikan dengan detail, tidak hanya fisik tapi juga profil lainnya, misalnya kesukaan dan sifat-sifatnya.
Shiro was tall and slim, with a model's body and the graceful features of a traditional Japanese doll. Her long hair was a silky, lustrous black. Most people who passed her on the street would turn around for a second look, but she seemed to find her beauty embarrassing. She was a serious person, who above all else disliked drawing attention to herself. She was also a wonderful skilled pianist, though she would never play for someone she didn't know. She seemed happiest while teaching piano to children in an after-school program. During these lessons, Shiro looked compeltely relaxed, more relaxed that Tsukuru saw her at any other time. ...
Page 8
Kuro wasn't beautiful, but she was eager and charming and always curious. She was large-boned and full-bodied, and already had a well-developed bust by the time she was sixteen. She was independent and tough, with a mind as quick as her tongue. She did well in humanities subjects, but was hopeless at math and physics. Her father ran an accounting firm in Nagoya, but there was no way she would ever be able to help out. ...
Page 9
Haida was a short but handsome young man. His face was small and narrow, like an ancient Greek statue, but his facial features were, if anything, classical, with a kind of intelligent and reserved look. He wasn't the type of pretty young boy who immediately grabbed people’s attention, but one whose graceful beauty only became apparent over time.
Haida’s hair was short and slightly curly, and he always dressed casually in the same chinos and light-colored shirts. But despite his simple, ordinary outfit, he knew how to wear his clothes well. He loved reading above all else, and, like Tsukuru, he seldom read novels. His preferences ran to philosophy and the classics. He enjoyed reading plays, too, and was a big fan of Greegk tragedies and Shakespeare. He also knew Noh and bunraku well. Haida was from Akita Prefecture in the far north of Japan. He had very white skin and long fingers. ...
Page 46
Alur dan Latar
Alur ceritanya kombinasi maju dan mundur dengan luwes, nyaman dibaca. Konfliknya sederhana tapi mendalam. Cerita disampaikan dari sudut pandang orang ketiga. Endingnya memang menggantung, tapi menutup misteri utama cerita, dan bagian menggantung pada ending sesuai dengan genre buku ini yang 'nyastra' karena memberikan poin-poin kepada kita untuk berkontemplasi, berspekulasi, dan merefleksikan isi cerita lebih jauh lagi.
Awal mula konflik punya unsur misteri yang menggigit karena disampaikan dengan cara yang menarik. Adegan-adegan dalam ceritanya pun sangat terasa seperti kejadian hidup sehari-hari kebanyakan orang.
Latar lokasi dan suasananya terdiskripsikan dengan detail bahkan 'penuh perasaan'. Cerita mengambil latar di kota di Jepang, Nagoya dan Tokyo dengan sub latar gedung perkantoran, apartemen, dan kafe-kafe.
The next morning, a Monday, at ten thirty, Tsukuru visited Aka's office. The company was located about five kilometers from the Lexus showroom in a modern, glass-enclosed commercial building, where it occupied half of the eighth floor. The other half was taken up by the offices of a well known German pharmaceutical company. Tsukuru wore the same suit as on the previous day, and the blue tie Sara had given him.
At the entrance was a huge, smartly designed logo that announced BEYOND. The office was clean, open, and bright. On the wall behind the reception desk hung a large abstract painting a splash of primary colors. What it was supposed to be was unclear, thought it was not terribly puzzling. Aside from that one painting, the office was devoid of decorations. No flowers, no vases. From the entrance alone it was hard to know what sort of business the company was in.
At the reception desk he was greeted by a young woman in her early twenties, with hair perfectly curled at the ends. She had on a light blue short-sleeved dress and a pearl brooch. The sort of healthy girl lovingly raised in a well-off optimistic sort of family. ...
page 144
Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini
Haruki Murakami adalah penulis terkenal, salah satu genre bukunya yaitu literary realism, sebuah genre yang mengangkat kehidupan dan kejadian nyata sehari-hari dengan cara apa adanya, tanpa bumbu-bumbu cerita, tanpa romantisasi. Novel-novel Murakami juga bukan hanya termasuk ke dalam genre literary realism tapi juga bildungsroman, yaitu genre sastra yang berfokus pada perkembangan psikologi dan moral karakter protagonisnya dari remaja hingga dewasa.
Sesuai dengan genrenya, narasi-narasi dalam buku ini memang sangat berisi hal-hal yang biasa dialami oleh orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Tapi justru karena itu, kalimat-kalimatnya jadi sangat mengena, dan masuk ke dalam hati. Contohnya saat Tsukuru memikirkan kecintaannya terhadap stasiun kereta api, dan betapa dia mengakui bahwa dia sendiri tidak mengetahui apa sebabnya dan tidak bisa pula menjelaskannya jika saja ada orang lain yang bertanya. Pemikiran-pemikiran ini membawanya pada kesimpulan bahwa dia mungkin saja terlihat sebagai anak yang aneh sedari kecil, dan ia mencuriga ada yang tidak beres dalam dirinya. Pada kenyataannya, kita juga punya hal-hal yang kita sukai bahkan membuat kita sampai terobsesi dan kita tidak bisa menjelaskannya pada orang lain apa sebabnya. Kurang lebih kita pun sama seperti Tsukuru.
He loved to watch as the trains passed by the station, or slowed down as they pulled up to the platform. He could picture the passengers coming and going, the announcements on the speaker system, the ringing on the signal as a train was about to depart, the station employees briskly going about their duties. What was real and what was imaginary mingled in his mind, and he d tremble sometimes with the excitement of it all. But he could never adequately explain to people why he was so attracted to the stations. Even if he could, he knew they would think he was one weird kid. And sometimes Tsukuru himself wondered if something wasn't exactly right with him.
Page 11
Inilah yang membuat buku ini menjadi sangat mendalam kontennya. Kita diajak ikut merenungkan berbagai perspektif yang melintas di pikiran tokoh Tsukuru. Semua topiknya tentang perjalanan dan arti kehidupan.
Though he lacked a striking personality, or any qualities that made him stand out, and despite always aiming for what was average, the middle of the road, there was (or seemed to be) something about him that wasn't exactly normal, something that set him apart. And this contradiction continues to perplex and confuse him, from his boyhood all the way to the present, when he was thirty-six years old. Sometimes the confusion was momentary and insubstantial, at other times deep and profound.
Page 11
Kisah Tsukuru ini ditulis dengan indah, penuh refleksi terhadap hal-hal mendasar yang terjadi di kehidupan banyak orang. Ada topik-topik filosofi yang diangkat dan dijalin dengan cerdas dan dikemas pas ke dalam alur cerita. Buku Colorless Tsukuru Tazaki menurut saya bukan buku yang biasa saja. Menyimak cerita di buku ini membuat kita memiliki banyak wawasan baru dan kebijaksanaan yang mungkin tadinya tidak pernah ada dalam diri kita. Misalnya tentang memiliki tujuan hidup (having set, spesific goals makes life easier), atau tentang perspektif tokoh-tokoh filsuf ternama yang diangkat dalam cerita lewat dialog tokoh-tokohnya.
... stations is a specialized field – they have a different structure from other buildings – so even if I went to an ordinary engineering school and studied sonstruction and engineering, it wouldn't have been of much practical use. I needed to study with a specialist.”
“Having set, spesific goals makes life easier,” Sara said.
Tsukuru agreed.
...
Page 19
‘Ideas are like beards. Men don't have them until they grow up. Somebody said that, but I can't remember who.’
‘Voltaire,’ the younger man said. He rubbed his chin and smiled, a cheerful, unaffected smile. ‘Voltaire might be off the mark, though, when it comes to me. I have hardly any beard at all, but have loved thinking about things since I was a kid.’
...
Page 45
When he learned that Haida was studying philosophy, he asked a few technical questions. About Hegel’s worldview. About Plato’s writings. It became clear that he had systematically read those kinds of books. Mysteries weren't the only books he read.
‘I see. So you believe in logic, do you?’ Midorikawa said.
‘I do. I believe in logic, and I rely on it. That's what philosophy's all about, after all,’ Haida replied.
‘So you don't much like anything that's at odds with logic?’
‘Apart from whether I like it or not, I don't reject thinking about things that aren't logical. It's not like I have some deep faith in logic. I think it's important to find the point of intersection between what is logical and what is not.’
‘Do you believe in the devil?’
‘The devil? You mean the guy with horns?’
‘That's right. Whether he actually has horns or not, I don't know.’
‘If you mean the devil as a metaphor for evil, then of course I believe in him.’
..
Page 67
Bagian dimana Tsukuru mengatakan bahwa dirinya sebenarnya telah mengalami kematian meski secara fisik ia tetap hidup mengingatkan saya pada buku The Silent Patient - Alex Michaelides. Bangkitnya orang-orang dari kematian mental akibat tekanan depresi yang sangat berat seperti ini sangat luar biasa.
But even if I do look like someone who is nearly dead, there's not much I can do about it, he told himself, as he stared at the mirror. Because I really am on the brink of death. I've survived, but barely – I've been clinging to this world like the discarded shell of an insect stuck to a branch, about to be blown off forever by a gust of wind. But that fact – that he looked like someone about to die – struck him again, forcefully. He stared fixedly at the image of his naked body for the longest time, like someone unable to stop watching a TV news report of a huge earthquake or terrible flood in a faraway land.
A sudden thought struck him – maybe I really did die. When....
Page 36.
Baca juga "Review Buku The Silent Patient - Alex Michaelides"
Saya menyukai bagian misteri yang meliputi kisah hancurnya persahabatan Tsukuru dengan teman-teman SMA-nya. Cara Murakami menyampaikan bagain misteri ini benar-benar membuat saya jadi penasaran dengan kisah dibaliknya. Pada kenyataannya kita tidak harus menunggu hingga akhir buku ya untuk tahu jawabannya. Tapi untungnya selepas misteri ini selesai, kisah Tsukuru tetap berlanjut ke episode lain yang juga menarik untuk disimak.
The result was the same. The family members who answered the phone told Tsukuru - curtly, or apologetically, or in an overy neutral tone of voice - that his friends weren't at home. tsukuru thanked them, politely but briefly, and hung up. This time he didn't leave a message. Probably they were as tired of pretending to be out as he was tired of trying to contact them. He assumed that eventually the family members who were screening his calls might give up. If he kept on calling, there had to be a reaction.
And eventually there was. Just past eight that night, a call came from Ao.
I'm sorry, but I have to ask you not to call any of us anymore. Ao said abruptly and without preface. No 'Hey!' or 'How've you been?' or 'It's been a while.' I m sorry was his only consession to social niceties.
Tsukuru took a breath, and silently repeated Ao's words, quickly assessing them. He tried to read the emotions behind them, but the words were like the formal recitation of an announcement. There had been no room for feelings.
'If everybody's telling me not to call them, then of course I won't,' Tsukuru replied. The words slipped out, almost automatically. He had tried to speak normally, calmly, but his voice sounded like a stranger's. The voice of someone living in a distant town, someone he had never met (and probably never would).
'Then don't,' Ao said.
'I don't plan on doing anything people don't want me to do,' Tsukuru said.
Ao let out a sound, neither a sigh or a groan of agreement.
'But if possible, I do wan't to know the reason for this,' Tsukuru said.
'That's not something I can tell you,' Ao replied.
'Then who can?'
A thick stone wall rose. There was silence on the other end. Tsukuru could faintly hear to Ao breathing through his nostrils. He pictured Ao's flat, fleshy nose.
'Think about it, and you'll figure it out,' Ao said, finally.
...
Page 28
Buku Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage menurut saya sangat bagus. Saya tidak hanya bisa menikmati alur cerita, tapi juga meresapi berbagai emosi yang muncul selama proses membacanya. Kisah hidup Tsukuru buat saya terasa mendalam dan emosional. Sebagai akibatnya, buku ini tidak disarankan untuk mereka yang tidak suka plot pelan dan berlapis, karena mungkin akan terasa bertele-tele.
Cara Murakami mengakhiri cerita Tsukuru sangat khas Murakami. Endingnya yang menggantung dan terbuka membuat kita terus merenungkan berbagai hal yang ada dalam cerita, sekaligus merefleksikannya ke dalam kehidupan kita sendiri. Di novel ini, alinea-alinea di bab terakhir tidak lagi berisi dialog para tokoh, tapi penuh dengan perasaan dan pemikiran Tsukuru yang mendalam dan komprehensif. Jika disimpulkan dari awal hingga akhir, memang benar nuansa buku ini rada kelabu sendu. Lagi-lagi ini juga menjadi catatan buat pembaca yang tidak menyukai ending yang menggantung dan tokoh-tokoh yang tidak diberikan kejelasan akhir ceritanya.
Sebagai karya sastra buku ini cukup ringan dan mudah dipahami meskipun banyak refleksi dan filosofi di dalamnya. Tidak ada adegan yang sia-sia di dalam cerita, semua ada penjelasan dan benang merahnya dan itu akan kita pahami selama kita mau bersabar menyimak kata demi kata dalam cerita. Murakami penulis piawai. Pertanyaan-pertanyaan tentu saja akan selalu muncul, jawabannya akan diberikan tapi harus kita renungkan dengan seksama terlebih dahulu. Kita diajak untuk berkontemplasi, berspekulasi bahkan menyimpulkan sendiri maknanya. It's awesome.
Karakter Tsukuru yang detail dan menyeluruh pun terasa mendalam, membuat rasa empati tumbuh dalam hati saya terhadap tokoh ini, bahkan rasa cinta kepada tokoh fiksi. Pada akhirnya buku ini tentang romance, tapi gaya sastra dan bumbu misterinya yang terjalin baik dalam alur cerita membuat kisah cinta Tazaki menjadi unik dan berbeda.
By the way, buku ini kemungkinan akan mengecewakan pembaca yang berharap mendapatkan hal-hal yang berhubungan dengan Jepang, karena pada kenyataannya isi bukunya cukup umum dan tidak terlalu menonjolkan karakter dan kebudayaan Jepang.
Siapa Haruki Murakami
Haruki Murakami lahir di Kyoto tahun 1949. Buku-buku yang ia tulis antara lain Norwegian Wood, The Wind-Up Bird Chronicle, Kafka on the Shore, What I Talk About When I Talk About Running dan IQ84. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari lima puluh bahasa. Murakami dianugerahi banyak penghargaan termasuk di antaranya Franz Kafka Prize. Novel terbarunya Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage terjual jutaan kopi dalam minggu pertama publikasi di Jepang.
Other Works by Haruki Murakami:
Fiction
- 1Q84
- After Dark
- After the Quake
- Blind Willow, Sleeping Woman
- Dance Dance Dance
- The Elephan Vanishes
- Hard-Boiled Wonderland and the End of the World
- Kafka on the Shore
- Norwegian Wood
- South of the Border, West of the Sun
- Sputnik Sweetheart
- The Strange Library
- A Wild Sheep Chase
- The Wind-Up Bird Chronicle
Non Fiction
- Underground: The Tokyo Gas Attack and the Japanese Psyche
- What I Talk About When I Talk About Running
Haruki Murakami merupakan penulis best-seller Jepang. Karyanya dalam tulisan fiksi dan nonfiksi telah menerima banyak klaim kritikus serta sejumlah penghargaan, baik di Jepang maupun di luar negeri, termasuk World Fantasy Award (2006) dan Frank O'Connor International Short Story Award (2006), seluruh karyanya mendapatkan pernghargaan pada Franz Kafka Prize (2006) dan Jerusalem Prize (2009). Murakami juga telah menerjemahkan sejumlah karyanya dalam bahasa Inggris. Karya-karya pentingnya seperti A Wild Sheep Chase (1982), Norwegian Wood (1987), The Wind-Up Bird Chronicle (1994-1995), Kafka on the Shore (2002), dan 1Q84 (2009–2010).
Karya fiksi Murakami sering dikritik oleh Badang Literatur Jepang sebagai karya yang surealistik dan nihilistik, yang ditandai dengan cara pembawaan Kafkaesque dengan tema kesendirian dan pengasingan. Haruki Murakami dipandang sebagai orang penting dalam literature modern.
Murakami lahir di Jepang saat angka kelahiran meningkat pesat setelah Perang Dunia ke-dua. Walaupun Murakami lahir di Kyoto, ia telah menghabiskan kehidupan masa mudanya di Shukugawa (Nishinomiya), "Ashiya" dan Kobe. Ayahnya merupakan anak dari imam Budha, dan ibunya merupakan anak dari pedagang di Osaka. Kedua orang tuanya mempelajari literatur Jepang.
Sejak kecil, Murakami telah sangat terpengaruh dengan budaya Barat, khususnya literatur dan musik Barat. Ia tumbuh dengan membaca berbagai karya penulis Amerika, seperti Kurt Vonnegut, Richard Brautigan, dan Jack Kerouac. Pengaruh budaya Barat ini yang membedakan Murakami dengan penulis-penulis Jepang lainnya.
Murakami belajar drama di Waseda University di Tokyo, di mana ia pertama sekali bertemu dengan istrinya, Yoko. Murakami bekerja pertama sekali di toko kaset, seperti Toru Watanabe, narator dari novel Norwegian Wood. Tak lama setelah ia menyelesaikan studinya, Murakami membuka kedai kopi dan bar jazz, The Peter Cat, di Kokunbuji, Tokyo, yang ia jalani bersama istrinya sejak tahun 1974 hingga 1981 - yang tidak seperti tokoh proantagonis pada novel selanjutnya South of the Border, West of the Sun.
Murakami mulai menulis fiksi sejak berumur 29 tahun. Dia terinspirasi menulis novel pertamanya, Hear the Wind Sing (1979), ketika sedang menonton permainan baseball. Pada tahun 1978, Murakami sedang berada di Stadium Jingu menonton pertandingan antara Yakult Swallows dan Hiroshima Carp ketika Dave Hilton, pemain baseball asal Amerika, memukul bola. Berdasarkan cerita yang sering diceritakan, saat Hilton memukul double secara cepat, Murakami secara langsung menyadari bahwa dia dapat menulis novel. Dia pulang kerumah dan mulai menulis pada malam harinya. Murakami menulis Hear the Wind Sing selama beberapa bulan setelah beberapa goresan di bar. Dia menyelesaikan novel pertamanya dan mengirim novel tersebut hanya pada kontes literatur, lalu menang dengan juara pertama.
Kesukesan pertama Murakami dengan Hear the Wind mendorongnya untuk kembali menulis. Satu tahun kemudian, dia menerbitkan sekuel, Pinball, 1973. Pada tahun 1982, dia menerbitkan A Wild Sheep Chase, kembali menuai keberhasilan. Hear the Wind Sing, Pinball, 1973, dan A Wild Sheep Chase dari Trilogy of the Rat (sekuel, Dance, Dance, ditulis kemudian namun tidak dianggap bagian dari serial), berpusat pada satu narator yang tak bernama dan temannya, "the Rat." Dua novel pertamanya tidak diterjemahkan pada penerbit Bahasa Inggris di luar Jepang, di mana edisi Bahasa Inggrisnya, diterjemahkan oleh Alfred Birnbaum dengan catatan ekstensif, diterbitkan oleh Kodansha sebagai bagian dari serial yang ditujukan bagi mahasiswa Jepang untuk pelajaran Bahasa Inggris. Murakami menganggap dua novel pertamanya "lemah", dan belum bersemangat untuk menerjemahkan ke dalam Bahasa Inggris.
Pada tahun 1985, Murakami menulis Hard-Boiled Wonderland and the End of the World, fantasi seperti mimpi yang mengambil elemen magikal dari pekerjaan hingga tingkatan yang baru. Murakami mendapatkan terobosan besar dan pengakuan nasional pada tahun 1987 dengan publikasi Norwegian Wood, cerita nostalgia tentang kehilangan dan seksualitas. Buku ini terjual jutaan kopi di antara anak-anak muda Jepang, membuat Murakami menjadi superstar literatur di negaranya sendiri. Buku ini dicetak dalam dua volume terpisah, jadi jumlah buku dapat terjual ganda, membuat buku ini terjual jutaan bestseller copy. Satu buku bersampul hijau, dan satunya lagi bersampul merah.
Pada tahun 1986, Murakami meninggalkan Jepang, berpergian ke seluruh Eropa, dan menetap di Amerika Serikat. Dia bekerja dengan menulis di Universitas Princeton di Princeton, New Jersey, Universitas Tuft di Medford, Massachussetts, dan Universitas Havard di Cambridge, Massachussetts. Dalam waktu yang sama dia menulis South of the Border, West of the Sun, dan The Wind-Up-Bird Chronicle.
Pada tahun 1995, Murakami menerbitkan The Wind-Up Bird Chronicle, sebuah novel yang memadukan realita dan fantasi, dan mengandung elemen kekerasan. Novel ini juga menyadarkan orang banyak daripada tulisan-tulisan sebelumnya, mengenai topik sulit tentang kejahatan perang di Manchukuo (Cina Utara). Novel ini kemudian memenangkan Piala Yomiuri, diberikan oleh salah satu kritikusnya yang paling keras, Kenzaburo Oe, pemenang Hadiah Nobel di bidang kesusastraan pada tahun 1994.
Pengerjaan trauma kolektif menjadi tema penting dalam penulisan Murakami, yang sebelumnya lebih personal pada alam. Setelah menyelesaikan The Wind-Up Bird Chronicle, Murakami kembali ke Jepang setelah gempa Kobe dan penyerangan gas Aum Shinrikyo. Dia kembali untuk berdamai dengan kejadian ini dengan tulisan pertamanya di non-fiksi, Underground, dan koleksi cerita novel After The Quake. Underground terdiri dari wawancara dengan korban secara besar dari serangan gas di sistem kereta bawah tanah Tokyo.
Terjemahan dalam bahasa Inggris dari banyak cerita pendeknya ditulis antara 1983 dan 1990 telah dikoleksi dalam buku The Elephant Vanishes. Murakami juga telah menerjemahkan banyak sekali tulisan F. Scott Fitzgerald, Raymond Carver, Truman Capote, John Irving, dan Paul Theroux ke dalam bahasa Jepang.
Murakami secara aktif berperan dalam penerjemahan tulisannya ke Bahasa Inggris, mendorong "adaptasi" tulisannya menjadi seperti gaya Amerika daripada translasi langsung. Beberapa tulisannya yang terbit dalam bahasa Jerman ternyata diterjemahkan dari Bahasa Inggris daripada bahasa aslinya, Jepang.
Sputnik Sweetheartpertama sekali diterbitkan pada tahun 1999, diikuti dengan Kafka on the Shore pada tahun 2002, dengan penerjemahan Bahasa Inggris diikuti pada tahun 2005. Kafka on the Shore memenangkan World Fantasy Awarld untuk kategori Novel pada tahun 2006. Versi Bahasa Inggris dari novel After Dark dirilis pada bulan Mei 2007. Novel ini dipilih oleh New York Times sebagai "buku terbaik tahun ini". Pada akhir 2005, Murakami menerbitkan koleksi dari cerita pendek yang berjudul Tōkyō Kitanshū, atau 東京奇譚集, yang berarti "Mistery Tokyo." Koleksi dari versi bahasa Inggris dari dua-puluh-empat cerita pendek, berjudul Blind Willow, Sleeping Woman, diterbitkan pada Agustus 2006. Koleksi ini termasuk kedua tulisan lamanya dari tahun 1980an maupun cerita pendek Murakami lainnya, termasuk kelima cerpen yang muncul di Tōkyō Kitanshū.
Pada tahun 2002, Murakami menerbitkan antologi Birthday Stories, yang mengumpulkan cerita pendek dengan tema ulang tahun. Kumpulan ini termasuk tulisan dari Russel Banks, Ethan Canin, Raymond Carver, David Foster Wallace, Denis Johnson, Claire Keegan, Andrea Lee, Daniel Lyons, Lynda Sexson, Paul Theoux, dan William Trevor, serta beberapa cerita pendek dari Murakami sendiri. What I Talk About When I Talk About Running, mengandung cerita tentang pengalamannya sebagai pelari maraton dan triatlet, diterbitkan di Jepang pada tahun 2007, dengan terjemahan Inggris dirilis di Inggris dan Amerika pada tahun 2008. Judul ini merupakan drama dari kumpulan cerita pendek Raymond Carver, What We Talk About When We Talk About Love.
Shinchosha menerbitkan novel Murakami 1Q84 di Jepang pada 29 May, 2009. 1Q48 dibaca 'ichi kyū hachi yon', sama seperti 1984, 9 juga dibaca 'kyū' di bahasa Jepang. Novel ini merupakan daftar panjang di ajang Man Asian Literary Prize pada tahun 2011. Namun, demonstrasi anti-Jepang, di Cina, pada tahun 2012, buku Murakami dihapus dari penjualan, beserta beberapa penulis Jepang lainnya. Murakami mengkritik sengketa teritorial politik Cina-Jepang, menggambarkan respon nasional yang payah sebagai "minuman murahan" yang politisi berikan kepada publik. Pada Februari 2013, dia mengumumkan publikasi dari novel pertamanya selama tiga tahun, yang akan diterbitkan pada April 2013; selain tanggal rilisnya, pengumuman sengaja dibuat samar-samar.
Haruki Murakami dipengaruhi dengan penulis barat, tidak seperti penulis-penulis Jepang yang lainnya. Walaupun dia juga mencoba untuk menyajikan warisan Jepang dalam setiap bukunya. Setiap tulisannya menggunakan narative orang-pertama untuk menolong pembaca mengerti masalah yang dihadapi oleh proantagonis. Dia mengatakan itu karena keluarga berperan penting dalam literatur tradisional Jepang, setiap karakter utama yang mandiri menjadi manusia yang menghargai kebebasan dan kesendirian melebihi keakraban. Murakami juga dikenal memiliki humor yang unik, seperti yang terlihat pada koleksi cerita pendeknya pada tahun 2000, After the Quake. Pada cerita "Superfrog Saves Tokyo", tokoh utama berhadapan dengan katak dengan tinggi 6 kaki yang berbicara tentang kehancuran Tokyo karena secangkir teh. Meskipun kita dimabukkan dengan ceritanya, Murakami merasa bahwa pembaca harus dihibur setelah keseriusan subjek selesai. Sifat khas cerita Murakami lain yang paling diingat ialah komentar yang datang dari karakter utama sebagaimana anehnya cerita menunjukkan dirinya sendiri. Murakami menjelaskan bahwa setiap pengalaman karakter sebagaimana pengalamannya ketika menulis, yang dapat dibandingkan dengan film di mana dinding dan barang-barangnya palsu.
Banyak sekali judul dan tema novelnya diambil dari musik klasik, seperti tiga buku yang membuat The Wind-Up Bird Chroncle: The Thieving Magpie (berasal dari opera Rossini), Bird as Prophet (berasal dari judul piano Robert Schumann yang biasa dikenal sebagai The Prophet Bird), dan The Bird Catcher (karakter dari opera Mozart The Magic Flute). Beberapa dari novelnya mengambil judul dari lagu: Dance, Dance, Dance (berasal dari The Dells' 1967 lagu B-side, walaupun sering diberi judul dengan Beach Boys' 1964tune), Norwegian Wood (berasal dari lagu The Beatle) dan South of the Border, West of the Sun (berasal dari lagu "South of the Border").
Beberapa analis melihat aspek perdukunan dalam penulisannya. Pada artikel pada tahun 2000, Susan Fisher menghubungkan agama rakyat Jepang atau perdukunan Jepang dengan beberapa elemen dari The Wind-Up Bird Chronicle. Pada simposium pada Oktober 2013 yang dilakukan di Universitas Hawaii, asisten profesor Jepang Nobuko Ochner berpendapat "banyak sekali deskripsi perjalanan di dunia paralel sebagaimana karakter yang memiliki koneksi ke perdukunan" dalam tulisan-tulisan Murakami.
Sumber: Wikipedia
Rekomendasi
Saya rekomendasikan buku ini kepada pembaca dewasa yang mencari genre realisme sastra dengan nuansa kelabu dan tekanan mental dari awal cerita. Ceritanya memiliki sisi misteri kehidupan. Pengenalan karakter para tokoh apa adanya. Karakter tokoh-tokohnya kuat, berdimensi tiga, dan dinamis. Karakter tokoh utama sangat mendalam. Pada akhirnya, ini tentang romansa, tetapi gaya sastra dan unsur-unsur kehidupan misterius yang terjalin dalam alur cerita membuat kisah cinta Tsukuru unik dan berbeda.
Kisah hidup Tsukuru ditulis dengan indah. Ada topik-topik filosofis yang diangkat secara cerdas dan dikemas dengan mulus ke dalam narasi cerita. Alurnya kombinasi maju dan mundur yang mengalir dengan lancar. Latar lokasi dan suasana dideskripsikan secara rinci. Ending yang menggantung dan terbuka membuat kita memikirkan banyak hal, termasuk merefleksikannya ke dalam pengalaman hidup kita sendiri. Untuk sebuah karya sastra, buku ini ringan dan mudah dibaca, meskipun ada banyak refleksi di dalamnya.
Content Warning: sexual content, depression, murder, mental illness.
Jika Anda suka dan merasa mendapatkan manfaat dari konten di blog Dipidiff.com, sekarang Anda bisa mendukung pengembangan blog ini dengan mendonasikan uang mulai dari seribu rupiah atau mempertimbangkan untuk mendukung rutin per bulannya. Terimakasih.
Donasi dapat ditransfer ke:
BCA 740 509 5645
Konfirmasi transfer ke DM Instagram @dipidiffofficial
-------------------------------------------------------------------------
Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.
Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.
Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.
Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainer, serta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka.
Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.
Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.
Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial
TERBARU - REVIEW BUKU
Review Buku Fourth Wing - Rebecca Yarros
14-09-2023 Dipidiff

An Instant New York Times BestsellerA Goodreads Most Anticipated Book Judul : Fourth Wing (The Empyrean, 1) Penulis : Rebecca Yarros Jenis Buku : Epic Fantasy, Romantic Fantasy, Sword & Sorcery Fantasy Penerbit : Piatkus, an...
Read moreReview Buku The Quiet Tenant - Clémence …
23-08-2023 Dipidiff

National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...
Read moreReview Buku The Only One Left - Riley Sa…
23-07-2023 Dipidiff

Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...
Read moreReview Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…
14-06-2023 Dipidiff

Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman : 246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...
Read more