Review Buku Misi - Asmayani Kusrini
Judul : Misi
Penulis : Asmayani Kusrini
Jenis Buku : Sastra Fiksi
Penerbit : MCL Publisher
Tahun Terbit : November 2021
Jumlah Halaman : 332 halaman
Dimensi Buku : 13 x 19 cm
Harga : Rp. 98.000*harga sewaktu-waktu dapat berubah
ISBN : 978-623-96067-9-4
Softcover
Tersedia di Tokopedia MCLPublisher
Sekelumit Tentang Isi
Pada suatu malam yang nahas, hidupnya berubah. Setelah mengalami pelecehan seksual dan hampir menjadi korban perkosaan, dia harus meninggalkan tanah kelahirannya untuk menjadi pekerja rumah tangga. Dari seorang gadis remaja yang bebas merdeka di Tana Toraja, menjadi seorang gadis yang terpenjara dalam kontrak kerja di negeri Eropa. Ia merasa dibuang oleh nenek yang selama ini merawat dan membesarkannya.
Nasib membuatnya sempat terlunta-lunta. Dalam pengembaraannya, ia kemudian bertemu dengan orang-orang senasib yang terbuang dan memahami bahwa setiap orang punya caranya sendiri-sendiri untuk menghadapi trauma. Dia pun menemukan rahasia yang selama ini tidak pernah diceritakan neneknya. Tentang ayahnya. Tentang ibunya. Tentang asal -usulnya.
Perjalanannya melintasi jarak ribuan kilometer untuk menghadiri pesta perkawinan seorang kawan membuatnya menyadari, semakin jauh ia berkelana, semakin ia memahami keputusan neneknya untuk mengirimnya pergi.
Seputar Fisik Buku dan Disainnya
Saya suka disain sampul buku ini, yang buat saya sangat mewakili kisah si tokoh cerita. Bahkan gambar sampulnya terasa filosofis, sedangkan gambar rumah Toraja di bagian bawah cover, memberikan gambaran yang tepat bahwa buku ini akan banyak berbicara soal sosial dan budaya daerah tersebut.
Tokoh dan Karakter
Misi
Ne' Tabi
Om Simon
Mba Jess
Ibu Julia
Maria
Rhandra, Eduardo, Zappa, Seb
Salu
Satu hal yang paling saya sukai dari novel ini adalah kedinamisan tokoh-tokohnya. Misi, seorang gadis yang tak tahu siapa ayahnya, yang di masa kecilnya penakut, yang diolok-olok karena kulitnya yang putih dan matanya yang sipit, kelak tumbuh dewasa menjadi pribadi yang berbeda. Hidup mengajarkannya banyak hal, yang mana membuat saya juga belajar bersama kisahnya Misi. Tokoh favorit saya lainnya di buku ini adalah Ne' Tabi. Ia seorang wanita dengan pribadi yang misterius dan rumit, namun kelak di akhir cerita semua akan terungkap dengan cara yang sangat menyentuh. Di sini kita akan bertemu juga dengan tokoh antagonis tapi yang tidak punya peran mayor dalam cerita. Mbak Jess ini memang menjengkelkan, potret wanita modern yang terbawa jaman hingga akhirnya malah berantakan.
Penokohan dalam Misi terasa hidup dan berkesan. Baik buruk karakter yang ditampakkan para tokoh sama-sama membawa pesan cerita yang tidak hanya sekali lewat. Kadang ia berbicara prinsip hidup, kadang bicara soal trauma, kadang soal agama, dan masih banyak lagi.
Pov 1 Misi, memberikan kita kesempatan untuk masuk sangat dalam ke dalam pikiran dan perasaan tokoh.
Deskripsi fisik tokoh-tokohnya juga detail, misalnya deskripsi fisik Ne' Tabi di bawah ini, Zappa
Kedatangan perempuan tua itu langsung menarik perhatian. Walaupun tubuhnya terlihat ringkih dan mungil di antara empat laki-laki kekar yang datang bersamanya, dia berjalan dengan tegap dan percaya diri. Kehadirannya membuat orang-orang yang ada di kantor polisi terdiam mengamati. Sosoknya fenomenal. Wajahnya terbakar matahari. Tangannya terlihat kecil dengan urat-urat yang menyembul dari kulitnya seperti akar pohon purba. Kacamata tuanya yang besar dan tebal terlihat mendominasi wajahnya yang keriput dan membuat matanya terlihat besar dan memelotot.
Tubuhnya dibalut baju pokko hitam dan sarung dengan warna senada. Dia tak sempat ganti baju karena berniat kembali ke acara rambu solo' setelah menyelesaikan urusannya di Enrekang. Seonggok pinang bertabur kapur dibalut daun sirih menyumbat mulutnya. Bibirnya berona merah oranye kecoklatan seperti darah mengering akibat racikan daun sirih yang dikunyah. Tongkat di tangan kanan yang jadi penopangnya agar bisa berjalan tegak mengetuk-ngetuk lantai mengiringi setiap langkahnya. Dia seperti malaikan maut yang datang membawa firasat buruk.
Halaman 67
Alur dan Latar
Plot sedang cepat membawa kita pada petualangan ke beragam kota bahkan negara, dari Toraja, Inggris, Paris, Spanyol, Hungaria, dll, hingga Yunani.
Alurnya maju mundur dalam mode flashback. Novel ini menurut saya salah satu yang transisi flashbacknya mulus. Salah satu yang saya ingat alur flashback dibridging dengan lagu Bob Dylan yang diputar di mobil dalam perjalanan Misi bersama teman-temannya ke Yunani. Menarik pula bahwa lagu ini bukan hanya sebagai transisi tapi memang punya histori atau momen di masa lalu.
Sayup-sayup terdengar Bob Dylan bersenandung dengan nadanya yang sinis dan mengejek. How does it feel, how does it feel? To be without a home. Like a complete unknown, like a rolling stone.
....
Suara Bob Dylan makin lama makin terdengar seperti senandung yang mengiringi langkahku menyusuri Pitueran. Menemui Ne' Tabi.
Halaman 86
Salah satu deskripsi latar yang saya ingat adalah apartemen kontrakan Misi yang gedungnya mirip pelacuran.
Selama dua hari aku mengunjungi alamat itu. Mengamati bangunan tua yang terletak di sebuah jalan kecil dan terimpit di antara sisi belakang sebuah hotel bintang empat dan bokong sebuah restoran mahal yang bagian depannya menghadap taman kota. Jalan kecil di depan gedung itu digunakan sebagai akses personel sekaligus akses logistik hotel dan restoran di depannya. Kontainer-kontainer sampah jadi pemandangan sehari-hari penghuni gedung.
Yang paling menonjol dari gedung itu adalah tulisan seksi dari lampu neon merah-biru yang menyilaukan bertuliskan "The Wolves' Toilet" dan mural raksasa yang menggambarkan tiga ekor serigala jantan berpakaian perlente dan dua ekor serigala betina bergaun panjang seksi sedang bercengkerama di dalam toilet yang terlihat sempit. Sepintas gedung itu terlihat seperti tempat pelacuran.
Halaman 54
atau deskripsi fisik gedung-gedung di Sofia yang bermodel 'brutal'
Kami masih menengok gedung dengan benjolan model gasing di puncaknya itu dengan takjub hingga hilang dari pandangan ketika Zappa kembali menunjuk sebuah gedung apartemen yang tidak terlalu tinggi. Kali ini, gedung itu berbentuk seperti balok Lego yang disusun selang-seling.
"Itu brutalis juga. Gedung itu dijuluki Toblerone. Dari jauh seperti kotak coklat Toblerone," kata Zappa. "Tipikal gedung-gedung publik bekas negara komunis yang dibangun untuk menunjukkan dominasi negara. Brutal, kokoh, dan terlihat mengancam. Aku yakin di Sofia nanti juga ada banyak gedung brutalis."
Halaman 180
Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini
Kisah hidup Misi pahit dan getir. Lahir dari ibu yang bapaknya mati ditengah kerusuhan PKI, Maria (ibunya Misi) balik ke kampung Toraja dalam keadaan mengandung, entah siapa ayahnya Misi. Misi dirawat Ne' Tabi, neneknya yang tangguh dan disegani di Pitueran. Hingga peristiwa pelecehan seksual di bis pun terjadi, Misi menghajar para pemuda brengsek itu, berhasil selamat namun trauma terus membayangi, kelak hingga dewasa ia dikejar-kejar mimpi dan tak pernah mau disentuh siapapun. Ne' Tabi melepaskan Misi pergi dibawa Ibu Julia untuk membantu putrinya, Mbak Jess, mengurus anak-anaknya yang masih kecil di Inggris. Misi sakit hati, merasa neneknya benci dan membuangnya dari tanah kelahiran. Puluhan tahun berlalu, hidup Misi di negeri orang tak semanis cerita dongeng putri raja. Ada pertengkaran, manipulasi, diskriminasi, eksploitasi. Sampai kemudian, dalam perjalanan Misi bersama teman-temanya ke Yunani yang memakan waktu berhari-hari ia menapak tilas kenangan dan trauma, mencari jawab atas tanya, berusaha menemukan cara kembali menjadi seorang Misi. Kini ia memahami mengapa neneknya dulu mengirimnya pergi dan mengapa ini saatnya ia pulang.
Sebuah kisah yang menyentuh hati memang, Misi bukan sekadar sastra fiksi yang menceritakan hidupnya si Misi, tapi di dalamnya juga banyak topik-topik menarik yang diangkat ke permukaan, seperti soal seniman dan dedikasi mereka. Mengingat Asmayani Kusrini memang aktif di bidang seni, hal ini tidak mengherankan buat saya. Justru saya memang mengharapkan sentuhan personal seperti ini dalam buku-bukunya.
Aku bukan seniman dan tidak terlalu tertarik dengan apa yang mereka lakukan. Kegiatan dan karya-karya mereka kadang terlalu abstrak dan absurd buatku. Namun, aku suka melihat dedikasi mereka dalam mewujudkan ide dan optimisme serta rasa percaya diri mereka terhadap apa yang mereka yakini. Aku sering mengamati kegiatan mereka yang terasa sangat hidup dan penuh kreativitas. Aku juga sering melihat mereka kecewa, tertekan, atau putus asa karena benturan idealisme dan kebutuhan hidup yang tidak bisa diabaikan.
Halaman 64
Lalu ada pula sentilan soal beragama, tentang misionaris dan syiar agama Islam yang datang dari jauh masuk ke pelosok-pelosok daerah untuk menyebarkan ajaran. Di dalam novel ini, Ne' Tabi berkata bahwa kepercayaan itu hanya tersimpan di hati masing-masing orang dan tidak bisa dijadikan objek perlombaan. Beragama atau tidak, jadilah orang baik. Kalimat paling akhir terasa benarnya ya. Ya atau tidak?
Kepercayaan itu hanya tersimpan di hati masing-masing orang. Tidak bisa dijadikan objek perlombaan. Memangnya siapa yang paling banyak mengumpulkan maka dia yang menang? Tidak bisa seperti itu. Beragama maupun tidak, jadilah orang baik.
Halaman 44
Saya juga menyukai deskripsi rincinya yang tidak terbatas hanya pada fisik tempat tapi juga suasana, bahasa, budaya dan makanan-makanan khas *terutama Toraja.
Dari buku ini saya jadi tahu tentang peran dan posisi adat di Toraja. Sejujurnya banyak kata-kata yang tidak familiar, seperti penuluan dan toburake, dan ini sekali lagi menyadarkan saya betapa kayanya negeri kita.
Ne' Tabi Patondokanambun adalah perempuan paling disegani di Boko'lino. Dia selalu menjadi sumber spekulasi. Penduduk lembah sungai Sa'dan sering membicarakannya dengan nada kagum yang penuh prasangka. Almarhum ayah ibunya berasal dari dua rumpun tongkonan yang kaya dan berkuasa jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Ayahnya, Pong Patondokanambun, adalah seorang penuluan sekaligus penguasa Boko'lino secara turun-temurun. Ibunya, Indo' Bungin, adalah to ma'pakianak dan keturunan seorang toburake. ...
Halaman 34
Lalu ada juga tentang baju-baju adat, memang hanya sepintas, tapi saya tetap suka, terutama karena penyelipannya yang mulus menyatu dengan narasi cerita, tidak ada kesan semacam informasi yang dipaksakan.
Ne' Tabi dan suami ketiganya itu terkenal sebagai penjahit baju yang terampil, khususnya baju pokko lengkap dengan kandure-nya dan juga pakaian pengantin modern sesuai permintaan. Keahlian pasangan ini terkenal hingga melampaui batas Tana Toraja.
Halaman 47
Bagian deskripsi makanan daerah di buku manapun selalu menarik buat saya. Di sini ada disebut tentang pantollo lendong dan kapurung. Saya sampai googling dua makanan ini dan menemukan informasi ternyata patollo lendong itu masakan yang bahan dasarnya belut dan dimasak dengan rawon, tampilannya berwarna gelap kehitaman. Sedangkan Kapurung adalah bubur sagu yang lembut dan kenyal. Ah enak sepertinya ya :D
Kadang-kadang aku didera rasa kangen luar biasa terhadap makanan di Pitueran. Ne' Tabi sesekali memasak pantollo lendong atau pantollo bale atau pa'piong ayam khusus untukku. Makanan komunal Pitueran paling menyenangkan yang juga tidak mungkin aku nikmati di luar Pitueran adalah kapurung.
Membuat kapurung jadi semacam ritual bersama bagiku dan sepupu-sepupuku setiap kali Ne' Tabi atau Ne' Ratna mendapat sagu murah di pasar. Kami biasanya berebut mencari jantung pisang dari pohon pisang liar...
Halaman 109
Jaman secanggih ini masih juga ada diskriminasi dan bully. Kadang saya tidak habis pikir. Ini memang kisah fiksi sih, saya tidak tahu apakah di dunia nyatanya memang masih terjadi, tapi tetap saja disayangkan kalau masih demikian. Misi kerap diolok-olok karena fisiknya yang sipit dan putih Cina itu. Rasisme sudah banyak disuarakan para penulis lewat karya-karya mereka, dan ini menjadi awareness buat semua orang. Misi juga dipandang rendah di tempat kerjanya karena rasnya yang Asia. Saya setuju dengan kalimat di buku ini bahwa "Jangan biarkan orang mengintimidasi kita"
Aku teringat teriakan anak-anak kecil di pasar Makale setiap kali aku lewat. Cina loleng. Hoi ada Cina loleng! Ada anak bule. Bule sipit.
Aku menarik tangannya agar menjauh. Rupanya Randha merasa sangat terganggu. "Kamu jangan membiarkan hal-hal seperti itu lewat begitu saja. Kalau dibiarkan, gadis-gadis itu akan melakukan hal yang sama pada semua orang yang mereka anggap asing. Jangan biarkan orang mengintimidasi kita. Yang barusan terjadi itu contoh rasisme yang paling sering terjadi," kata Rhanda berapi-api.
Halaman 114
Selain bumbu horor, novel Misi juga dibumbui percintaan yang memberikan warna dalam kisah hidup Misi. Buat saya bumbu ini tidak memberikan efek debar-debar romance, tapi lebih ke kontemplasi tentang cinta itu sendiri. Tentang sebuah hubungan yang bisa bertahan langgeng, ketika cinta yang menggebu-gebu itu berlalu, dan apa yang tersisa ternyata tetap mengikat kedua belah pihak dalam stage yang lebih kekal.
"Jatuh, sering. Cinta? Cinta itu kata yang terlalu agung untuk menggambarkan hati manusia yang selalu berubah. Banyak orang yang menggunakannya agar terdengar serius dan sungguh-sungguh. Tapi cinta itu cair, tidak bisa dipegang. Ada kerikil sedikit, bentuknya sudah berubah. Menurutku yang membuat pasangan bisa mempertahankan hubungan mereka bukanlah cinta, melainkan saling menghormati. Dan adanya keinginan serta usaha untuk bisa mendapatkan rasa hormat dari pasangan masing-masing.
Halaman 191
Di buku ini ada banyak pesan tentang identitas seorang perempuan.
Kata-kata Mbak Jess kembali terngiang. Di mana pun, dalam situasi apapun, dari kelompok strata sosial apa pun, perempuan akan selalu berada di posisi rentan yang harus menanggung resiko pilihan hidupnya sendiri.
Halaman 121
Bahwa seorang perempuan harus tangguh, mandiri, dan menentukan takdir serta meraih impiannya sendiri, bahwa menjadi perempuan penuh kasih tidak berarti lemah dan tak berdaya, bahwa menjadi perempuan adalah sebuah kebanggaan yang sebenarnya. Sungguh setelah membaca Misi, saya ingin jadi Ne' Tabi yang luar biasa itu.
Saya suka sekali dengan novel ini, my cup of tea. Nuansa ceritanya memang sendu kelabu, mengharu biru. Ibarat ombak, riaknya seolah tenang, tapi bagian bawahnya bergejolak penuh emosi. Ada sedih, kecewa, gamang, sakit hati, rindu, cinta, dan damai.
Siapa Asmayani Kusrini
Lahir di Majene, Sulawesi Barat, besar di Makassar, Sulawesi Selatan. Siri' novel pertamanya diterbitkan oleh Penerbit MCLPublisher. Misi adalah novel keduanya. Saat ini tinggal di Belgia dan aktif dalam kegiatan seni budaya di Belgia.
Rekomendasi
Novel ini saya rekomendasikan kepada semua pembaca yang mencari sastra fiksi yang mengangkat topik kehidupan, sebuah kisah coming of age yang sarat dengan pesan cerita, tentang wanita terutama. Penokohannya berkarakter dan dinamis, alur kombinasi maju mundur dengan transisi yang mulus, narasi mengalir dan alami, banyak mengangkat sosial budaya, terutama Toraja. Endingnya menyentuh, membuat kisah Misi menjadi tak terlupakan.
-------------------------------------------------------------------------
Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.
Dipi adalah seorang pembaca buku sejak usia 5 tahun. Ia membaca buku-buku fiksi maupun non fiksi. Dipi host di dua program di nbsradio.id (radio di Bandung yang beraliansi resmi dengan VOA). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks. Dipi menulis di blognya dipidiff.com , dan tulisan-tulisan review bukunya menjadi entry di halaman pertama mesin pencari Google. Saat ini dipi adalah ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi bisa dijumpai juga di instagram @dipidiffofficial. Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan lembaga pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereview buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Universitas Negeri Semarang, LP3i, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, English Star Bandung, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Passionnya yang lain terkait dengan bidang pendidikan dan memanggang kue-kue. Dia mengembangkan bisnis kecilnya, bernama Dipidiff Official Store, sambil tetap sibuk menjadi ibu satu anak dan meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa muda di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka. Dipidiff adalah Personal Brand-nya.
Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation
Contact Dipidiff at This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it..
TERBARU - Review Buku
Review Buku Shoe Dog - Phil Knight
01-08-2022 Dipidiff

#1 NEW YORK TIMES BESTSELLER.A Memoir by the Creator of Nike. Judul : Shoe Dog Penulis : Phil Knight Jenis Buku : Autobiography Penerbit : Simon and Schuster Ltd Tahun Terbit : 2018 Jumlah Halaman : ...
Read moreReview Buku The Psychology of Stupidity …
01-08-2022 Dipidiff

The Number One International Bestseller Judul :The Psychology of Stupidity Explained by Some of the World's Smartest People Penulis : Jean-François Marmion Jenis Buku : Medical Social Psychology & Interaction, Popular Social Psychology & Interactions...
Read moreReview Buku Januari & Kesunyian Lain…
01-08-2022 Dipidiff

Judul : Januari & Kesunyian Lain Dalam Tubuhku Penulis : Diondexon Jenis Buku : Puisi, senandika Penata Letak: Dionisius Dexon Penyunting: Tim One Peach Media Pendesain Sampul: Dionisius Dexon Penerbit : One Peach Media Tahun Terbit : Februari...
Read moreReview Buku Anne of Green Gables (Wordsw…
19-07-2022 Dipidiff

Read the timeless classic about the beloved Anne Shirley, a red-haired orphan with a fiery spirit. Now on Netflix Judul : Anne of Green Gables Penulis : Lucy Maud Montgomery Jenis Buku : Children’s...
Read more