Review Buku Before the Coffee Gets Cold - Toshikazu Kawaguchi
*OVER ONE MILLION COPIES SOLD*
*NOW AN INTERNATIONAL BESTSELLER*
Japanese Bestseller
Judul : Before the Coffee Gets Cold
Penulis : Toshikazu Kawaguchi
Jenis Buku : Magical Realism; Literary Fiction; Romantic Fantasy;
Penerbit : Pan Macmillan
Tahun Terbit : September 2019
Jumlah Halaman : 224 halaman
Dimensi Buku : 13.10 x 19.60 x 1.50 cm
Harga : Rp. 198.000 *harga sewaktu-waktu dapat berubah
ISBN : 9781529029581
Paperback
Edisi Bahasa Inggris
Available at PERIPLUS BANDUNG Bookstore (ig @Periplus_setiabudhi, @Periplus_husein1 , @Periplus_husein2)
Sekelumit Tentang Isi
Kalo saja kita bisa kembali ke masa lalu, siapa yang ingin kita temui ya.
Ada sebuah kafe di gang kecil Tokyo, namanya Funiculi Funicula. Kafe ini sebuah kafe tua yang tersohor karena legenda lokal memberitakan bahwa pelanggan kafe bisa pergi ke masa lalu. Di suatu musim panas, empat pelanggan mengunjungi kafe dengan harapan bisa melakukan perjalanan itu. Seorang kekasih, sahabat, saudara perempuan, dan seorang ibu, pergi melintasi waktu dan mengambil resiko mematuhi berbagai peraturan yang berlaku. Pertama, apapun yang mereka lakukan tidak akan mengubah kenyataan, orang yang ditemui harus mereka yang sudah pernah berkunjung ke kafe Funiculi Funicula, selama berada di masa lalu/masa depan tidak boleh bangkit dari kursi yang diduduki, dan perjalanan menembus waktu itu hanya dapat berlangsung selama kopi masih hangat.
Sejenak seolah perjalanan ini sia-sia karena kenyataan tidak akan berubah. Tapi benarkah sesia-sia itu? atau justru sangat berharga?
Seputar Fisik Buku dan Disainnya
Saya merasa disain sampul buku ini sangat unik. Meski kalo dilihat dari keterkaitan cerita, jelas kursi yang ada dalam gambar ilustrasi adalah kursi yang bisa bikin orang yang duduk di sana melakukan perjalanan waktu. Tapi kursi yang mana kurang jelas juga, mungkin kalau wanita bergaun putih masuk ke dalam frame, maka akan jauh lebih mudah menebaknya. Dan saya tidak ingat ada kucing di dalam cerita. Yang membuat lebih ragu adalah pemilihan ilustrasinya yang lebih menyerupai disain untuk buku-buku middle grade dan novel ini jelas jauh dari genre itu. Tapi picturenya bergaya teater ya, dan ini cocok dengan latar belakang Toshikazu Kawaguchi.
Tokoh dan Karakter
Semua karakter di dalam buku masuk kategori protagonis, tokoh-tokoh yang mengundang empati pembaca. Saya pikir beberapa pembaca akan sangat menyukai Kei yang lebih baik hati daripada karakter lainnya.
Tiap tokoh utama akan mengalami perubahan perasaan dan perspektif di akhir kunjungan mereka melintasi waktu, entah itu hati yang lebih damai, semangat baru, atau sebuah keputusan yang lebih bijak.
Deskripsi tokoh dalam cerita cukup jelas, salah satunya Kazu saudara pemilik kafe dan Kei yang merupakan istri dari pemilik kafe. Di dalam buku Kei memang tokoh yang luar biasa tabah, meski secara fisik ia lemah tapi pembawaannya sendiri riang gembira dan hatinya tulus.
Inside the cafe, a young woman seated at the counter was busy writing. Next to her was an iced coffee diluted by melting ice. The woman was dressed for summer, in a white frilled T-shirt, a tight grey miniskirt, and strapy sandals. She sat with her back straight, as her pen raced across cherry-blossom-pink letter paper.
Standing behind the counter, a slender woman of pale complexion looked on, her eyes filled with a youthful sparkle. It was Kei Tokita, and the contents of the letter had no doubt piques her curiosity. Occasionally she would take sneak peeks with a look of childlike fascination on her face.
Apart from the woman at the counter who was writing the letter, the other customers in the cafe were the woman in the white dress sitting in that chair, and the man named Fusagi.
Page 58
Alur dan Latar
Alur cerita mengalir maju. Kecepatannya sendiri agak sulit buat saya menentukan apakah cepat atau sedang karena ceritanya mengalir dan emosional sehingga seringkali tau-tau satu chapter selesai sudah. Dari sisi tertentu isi buku ini agak mirip cerpen tapi tentu saja Before the Coffee Gets Cold bukanlah antologi karena antara satu cerita dengan yang lainnya nyatanya berhubungan.
Hal unik yang saya temukan adalah kesan teater yang terasa membayang-bayangi, mungkin karena dalam imajinasi saya, terimajinasikan adegan per adegan khas pentas naskah teater.
Tiap tokoh utama yang menjadi pusat tiap chapter memiliki konflik masing-masing. Ada konflik percintaan, konflik persaudaraan, ibu dan anak, dan konflik suami istri. Semua konfliknya dalam dan menyentuh. Melibatkan rasa penyesalan, kebimbangan, dan ketakutan tertentu.
Setiap cerita berakhir dengan akhir yang bahagia dan dekat dengan konflik utama. Dan tentu saja kekuatan buku ini terletak pada kedalaman emosi dan pesan ceritanya.
Latar suasana dan latar lokasinya terimajinasi dengan baik. Terasa Jepang-nya, dan khusus untuk kafenya sendiri mendapatkan sorotan. Kafe di basement, yang meski musim panas tetap terasa dingin sejuk, padahal tidak ada pendingin, tidak berjendela, dan hanya ada satu kipas besar di langit-langit ruangan. Ada tiga jam dinding yang menunjukkan waktu yang berbeda-beda. Ruangannya temaram. Vintage.
It was daytime outside, but in this windowless cafe, there was no sense of time. dim lighting give the cafe a sepia hue. All this created a comforting, retro atmosphere.
Page 77
Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini
"When you return to the past, you must drink the entire cup before the coffee goes cold".
Toshikazu Kawaguchi lahir di Osaka, Jepang, pada tahun 1971. Dia sebelumnya memproduseri, mengarahkan dan menulis untuk grup teater Sonic Snail. Sebagai dramawan, karyanya antara lain COUPLE, Sunset Song, dan Family Time. Novel Before the Coffee Gets Cold diadaptasi dari drama 1110 Productions oleh Kawaguchi, yang memenangkan hadiah utama Festival Drama Suginami ke-10.
Buku ini bercerita tentang sebuah kafe yang bisa membawa seseorang kembali ke masa lalu. Untuk bisa melakukan perjalanan waktu ini, ada syarat yang harus dipatuhi. Pertama, kita harus memahami bahwa pergi ke masa lalu tidak akan mengubah takdir yang sudah terjadi. Kedua, kita hanya bisa bertemu orang yang pernah ke kafe. Ketiga, kita harus duduk di kursi tertentu dan selama ini kita tidak boleh beranjak dari kursi itu. Aturan ketiga ini rumit karena kursi yang dimaksud ditempati oleh hantu. Aturan keempat, kita harus minum kopi yang dihidangkan sampai habis sebelum kopinya dingin.
'Look. I want you to listen, and listen carefully. OK?'
'What?' Fumiko's body tensed up.
'You can go back. It's true... you can go back, but...'
'But..?'
'When you go back, no matter how hard you try, the present wont change.'
The present wont change. This was something Fumiko was totally unprepared for - something she couldn't take in. 'Eh?' she said loudly without thinking.
'You can't meet people who haven't visited this cafe. The present cannot change. There only one seat that takes you to the past, and you cannot move from it. Then, there is the time limit.' Fumiko counted on her fingers as she ran through each rule, and her anger at them grew.
'This one is probably the most problematic.'
Fumiko was already extremely annoyed with the rules she knew. The news of a further, most problematic rule threatened to snap her heart in two. Nevertheless, she bit her lip.
Ide ceritanya memang sedikit mirip dengan The Midnight Library - Matt Haig yang saya baca minggu lalu. Saya pikir ini tentang peluang kedua dan penyesalan. Namun kedua buku ini masih memiliki unsur dan pengembangan ide cerita yang berbeda, jadi saya tetap semangat membaca keduanya. Gaya penulisannya juga tidak sama. Masing-masing unik.
Apakah kamu suka kopi juga? Mungkin, kita bisa membayangkan dapat mengunjungi masa lalu sebelum kopi menjadi dingin seperti yang diceritakan dalam cerita.
Ada 4 cerita pendek di sini; The Lovers, Husband and Wife, The Sisters, dan Mother and Daughter. Masing-masing cerita memiliki keterkaitan antara karakter dan plot meskipun fokusnya berbeda. Jadi, alih-alih membacanya seperti cerita pendek, kesannya pada akhirnya terasa seperti membaca buku novel pada umumnya.
The Lovers menceritakan kisah Fumiko yang pergi ke masa lalu untuk mencegah Goro meninggalkannya; Husband and Wife menceritakan kisah Kohtake yang kembali ke masa lalu untuk menerima surat dari Fusagi yang menderita demensia dan lupa siapa istrinya; The Sisters menceritakan kisah Hirai dan Kumi, adik kandung yang kemudian meninggal dalam sebuah kecelakaan; Mother and Daughter menceritakan kisah Kei yang pergi ke masa depan untuk melihat putrinya, Kimi.
Semua cerita sangat menyentuh, dalam dan penuh perasaan. Ada kesedihan dan duka, tapi kemudian ada harapan, semangat, dan kekuatan.
No matter what difficulties people face, they will always have the strength to over come them. It just takes heart.
Page 213.
Toshikazu Kawaguchi memiliki gaya penulisan yang unik. Seringkali narasinya pendek dan berselang-seling, tetapi dengan nuansa Jepang yang kental, gaya ini sangat sesuai dengan imajinasi saya. Cara dia menggambarkan gerak tubuh, ekspresi, dan dialog karakter benar-benar terasa 'Jepang'.
Jika saya mencari buku yang memiliki suasana Jepang yang kuat, saya akan senang menemukan buku ini. Ambience yang diciptakan dalam narasi yang menyinggung tentang haiku, higurashi cicada seperti yang saya kutipkan di bawah ini buat saya terasa 'khusus' dan berkesan.
When it appears in haiku, the higurashi cicada is a term denoting the season, associated with autumn. The mention of the higurashi, therefore, evokes an image of it shrilling at the end of summer. In reality, this insect's cry can be heard from the beginning of summer. Somehow, though, while the shrills of the abura cicada and the min-min cicada evoke the images of a blazing sun, midsummer, and scorching days, the song of the higurashi evokes images of the evening and the late summer. When the sun begins to set and the dusk gathers, the kana-kana-kana of the higurashi evokes a melancholic mood, and one gets the urge to hurry home.
In the city, shrill of the higurashiis seldom heard. This is because, unlike the abura cicada and the min-min cicada, the higurashi likes shady places such as the canopy of a forest, or of cypress groves away from the sun. But living near our cafe was a single higurashi cicada. When the sun started to set, a continual kana-kana-kana could be heard coming from..
Page mother an child
Mungkin poin penting yang harus disebutkan mengenai setting adalah lokasi yang mayoritas 90% nya berada di kafe Funiculi Funicula. Pengecualian adalah ketika karakternya mengembara atau melempar pikiran, seperti saat Kei bertemu Nagara untuk pertama kalinya di rumah sakit.
By chance, they saw a small sign in a narrow back alley. the cafe's name was Funiculi Funicula. It was the same name as a song Kohtake once knew. It was a long time since she d heard it, but she still remembered the melody clearly. The lyrics were about climbing a volcano. The thought of red-hot lava on the hot summer day made everything seem even hotter and jewel-like beads of sweat fromed on Kohtake's brow.
Karena kafe Funiculi Funicula adalah sebuah kafe yang menyajikan kopi, tentu ada narasi-narasi yang berkaitan dengan kopi itu sendiri. Dan saya yang selalu suka menyimak segala sesuatu tentang kopi, teh dan makanan, menemukan paragraf-paragraf seperti ini sangat menyenangkan untuk disimak.
The cafe has no air conditioning it opened in 1974, more than a hundred and forty years ago. Back then, people still used oil lamps for light. Over the years, the cafe underwent a few small renovations, but its interior today is pretty much unchanged from its original look. When it opened, the decor must have been considered very avant-garde. The commonly accepted date for the appearance of the modern cafe in Japan is around 1888 - a whole fourteen years later.
Coffee was introduced to Japan in the Edo period, around the late seventeenth century. Initially it didn't appeal to Japanese taste buds and it was certainly not thought of as something one drank for enjoyment - which was no wonder, considering it tasted like black, bitter water.
When electricity was introduced, the cafe switched the oil lamps for electric lights, but installing an air conditioner would have destroyed the charm of the interior. So, to this day, the cafe has no air conditioning.
Awalnya saya kira seperti kumpulan cerpen, tapi ternyata keempat cerita ini punya satu alur progresif, sehingga akhirnya opini saya berubah. Namun, mungkin ada pembaca yang merasa itu bukan novel karena ada unsur teater yang membayangi.
Membacanya membuat kita berpikir tentang kehidupan yang memiliki penyesalan, tentang pentingnya memahami orang lain di sekitar kita, tentang hubungan, cinta, kesetiaan, pernikahan, keluarga, dan kasih sayang ibu-anak. Realitas tidak dapat diubah, tetapi perspektif adalah masalah yang berbeda.
Before the Coffee Gets Cold membawa kita ke dalam emosi mendalam yang mungkin membuat membacanya menangis, tetapi pencerahan yang mengikutinya setara dengan kebahagiaan dan harapan yang datang untuk hidup.
Ini buku yang bagus, saya suka ide-idenya, tidak ada yang saya tidak suka di dalam buku ini.
Siapa Toshikazu Kawaguchi
Toshikazu Kawaguchi lahir di Osaka, Jepang, pada tahun 1971. Dia sebelumnya memproduseri, menyutradarai dan menulis untuk grup teater Sonic Snail. Sebagai dramawan, karyanya antara lain COUPLE, Sunset Song, dan Family Time. Novel Before the Coffee Gets Cold diadaptasi dari drama 1110 Productions oleh Kawaguchi, yang memenangkan hadiah utama Festival Drama Suginami ke-10.
Rekomendasi
Buku ini saya rekomendasikan kepada pembaca yang mencari novel bergenre magical realism, yang ringan, tipis, tapi sangat dalam ceritanya, juga pesannya. Adegan demi adegan terasa seperti menyimak teater, karena novel ini memang diadaptasi dari naskah teater. Cerita perchapternya sangat relate dengan konflik kehidupan, tentang percintaan dan keluarga, namun dikemas dengan cara yang seksama. Tidak ada tokoh antagonis dalam cerita, sebaliknya semua tokoh utama mengundang empati pembaca. Dan ada satu tokoh hantu yang duduk di kursi yang sangat misterius dan belum dijelaskan latar belakangnya oleh Toshikazu Kawaguchi di buku seri pertama ini.
Jika Anda suka dan merasa mendapatkan manfaat dari konten di blog Dipidiff.com, sekarang Anda bisa mendukung pengembangan blog ini dengan mendonasikan uang mulai dari seribu rupiah atau mempertimbangkan untuk mendukung rutin per bulannya. Terimakasih.
Donasi dapat ditransfer ke:
BCA 740 509 5645
Konfirmasi transfer ke DM Instagram @dipidiffofficial
-------------------------------------------------------------------------
Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.
Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.
Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.
Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainer, serta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka.
Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.
Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.
Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial
TERBARU - REVIEW BUKU
Review Buku Fourth Wing - Rebecca Yarros
14-09-2023 Dipidiff

An Instant New York Times BestsellerA Goodreads Most Anticipated Book Judul : Fourth Wing (The Empyrean, 1) Penulis : Rebecca Yarros Jenis Buku : Epic Fantasy, Romantic Fantasy, Sword & Sorcery Fantasy Penerbit : Piatkus, an...
Read moreReview Buku The Quiet Tenant - Clémence …
23-08-2023 Dipidiff

National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...
Read moreReview Buku The Only One Left - Riley Sa…
23-07-2023 Dipidiff

Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...
Read moreReview Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…
14-06-2023 Dipidiff

Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman : 246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...
Read more