Review Buku Suluh Rindu - Habiburrahman El Shirazy
Judul : Suluh Rindu
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Jenis Buku : Fiksi Religi
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun Terbit : 2022
Jumlah Halaman : 594 halaman
Dimensi Buku : 13.5 × 3 × 20.5 cm
Harga : Rp. 130.000 *harga sewaktu-waktu dapat berubah
ISBN : 97862327915031
Softcover
Bahasa Indonesia
Dapatkan bukunya di Republika Penerbit di Republika.id
Sekelumit Tentang Isi
“Jodoh itu memang misteri. Ada yang sudah mencari ke mana-mana, eh ternyata jodohnya tetangga sendiri. Itu bukan hal yang aneh.”
Ridho kini telah berhasil memajukan pesantren di tanah kelahirannya, Way Meranti. Namun dengan semakin bertambahnya santri di pesantren tersebut, muncul banyak permintaan untuk membuka pesantren putri agar anak-anak perempuan pun dapat menimba ilmu di sana. Jelas, tanggung jawab ini di luar kemampuannya. Di sisi lain Syifa, adik dua pupu yang selama ini jadi tanggung jawab Ridho, sudah diwisuda sebagai hafidzah. Dengan kemampuan bacaan Al-Qur’an dan suaranya yang indah, tak heran Syifa menjadi sorotan saat acara wisuda, bahkan hingga masuk koran daerah dan televisi nasional. Sudah tiba bagi Ridho maupun Syifa untuk menentukan jodohnya untuk makin memantapkan jalan mereka dalam syiar agama. Namun, cobaan terberat Syifa ada di depan mata. Sementara Ridho tak bisa mencegah hal buruk yang akan segera terjadi padanya.
Seperti apakah akhir kisah Ridho dan Syifa ?
Rekomendasi
Buku ini saya rekomendasikan kepada semua pembaca yang mencari novel islami dengan topik cinta dan pernikahan, dengan latar pesantren yang kental. Banyak wawasan dan isu yang diangkat di sini. Konflik ber-layer, internal dan eksternal. Ending tertutup.
Ada sesuatu pada gambar sampul buku ini yang mengingatkan saya serta merta pada kata kunci Melayu, atau Sumatera, mungkin karena sungainya, atau perahunya, entahlah. Dan ternyata memang latar cerita banyak berada di kota di pulau Sumatera. Saya sendiri baru tahu hal ini karena sejujurnya belum membaca buku pertamanya. Ada semacam kerinduan yang terobati saat membaca Suluh Rindu, karena saya asli Sumatera, yang merantau ke Jawa setelah dewasa. Buku ini jadi lebih personal, karena mengingatkan saya pada kampung halaman, yang memang tidak persis di Lampung, tapi saudara-saudara saya dulu banyak yang tinggal di kota Lampung.
This Book Review Might Have Spoiler!
Tokoh dan Karakter
Di Suluh Rindu kita akan bertemu dengan tokoh cerita yang cukup banyak. Saya sendiri sempat bingung dengan nama-namanya, untungnya untuk tokoh utamanya sendiri sebenarnya sedikit dan lebih mudah diingat. Ada Syifa, gadis bersuara merdu, pandai mengaji, dan hafal 30 juz Al Qur'an, baik hati, dan sholehah. Terkait tokoh Syifa ini agak membingungkan karena di awal digambarkan bijak, namun memasuki konflik ternyata ada karakter kurang tegas dalam diri Syifa yang menyebabkan dia menghadapi konflik besar pernikahan. Tapi mungkin di sini lah titik dimana kita bisa melihat sisi manusiawi sebuah tokoh cerita, dan lagipula Syifa melakukan itu dalam bentuk baktinya kepada sang nenek. Saya jadi penasaran, kalau dikaji dari sudut pandang ajaran Islam, lebih berat mana menghindarkan diri dari pernikahan dengan pria yang jelas-jelas akhlaknya buruk dengan melanggar petuah nenek.
Alur dan Latar
Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini
Salah satu buku yang ditunggu para pecinta novel religi tentu saja Suluh Rindu dari Kang Abik. Buku sekuel dari Kembara Rindu ini terjual 600 eksemplar pada event IBF 2022, dilansir dari republika. com. Saya yakin teman-teman yang lain juga pada penasaran dengan karya terbaru Kang Abik ini.
Sejak halaman pertama saya sudah suka scene di gunung Seminung yang banyak mengandung pesan tadabur alam. Di bagian awal cerita ada adegan dimana Ridho, Syifa, Bang Sahrul, Lina, Santi, Tofik, dan Lukman mendaki bersama. Mereka saling menyemangati dan membantu di kala melewati medan yang berat, tak lupa berdoa dan terus memuji kebesaran Allah SWT. Dialog mengalir seiring langkah kaki mereka makin tinggi mencapai puncak. Ada beberapa percakapan dan kejadian di gunung yang berkesan buat saya, misalnya tentang tas carrier milik Ridho yang bentuknya paling aneh, mirip keba yang dipakai Suku Dayak di Kalimantan. Tas itu kokoh, kuat, dan multifungsi. Selain untuk membawa barang, juga bisa difungsikan untuk mengevakuasi orang jika diperlukan. Karena saya penasaran, saya akhirnya mencari informasi lebih lanjut tentang tas ini, dan menemukan informasi di sebuah situs bahwa tas carrier ini memang ada, namanya Kebal 50L Black Borneo Series. Eiger membuat tas ini terinspirasi dari tas kerangka kayu sebagai alat angkut tradisional khas suku Dayak saat melakukan ekspedisi Eiger Black Borneo 2015. Bahkan untuk saya yang bukan pendaki gunung dan tidak punya hobi naik gunung, wawasan ini rasanya menarik karena sebagai orang awam yang saya tahu hanya tas carrier model biasa.
Suasana hujan di puncak dan adegan ngopi di tenda juga favorit saya. Rasanya memang syahdu, dan seketika jadi membayangkan suasana ngopi di puncak gunung di tenda sambil merenungkan alam semesta dan pencipta. Di dalam dialog ada disinggung tentang mengapa di gunung ada hujan meski musim kemarau yang jawabannya ternyata karena di gunung secara umum curah hujannya lebih tinggi sehingga hujan bisa turun kapanpun, dan itulah sebabnya ketika mendaki di daerah tropis harus membawa jas hujan. Sepele ya, tapi saya suka hal-hal sederhana seperti ini diselipkan di dalam dialog.
Di adegan yang sama juga di deskripsikan momen makan bersama dengan nasi yang mengepul, ayam rica-rica, tempe goreng, sambal terasi, dan kerupuk bawang, teh, dan kopi panas. Wow! Rasanya saya jadi lapar menyimak bagian ini dan memang di beberapa bagian lain dalam cerita, Kang Abik memunculkan adegan makan yang lahap bersama keluarga dan teman. Meski tidak dominan, tapi novel ini cukup membuat saya merasa lapar. Oh iya, ada di salah satu adegan juga disebutkan tentang kue sekubal dengan gulai ayam. Kue sekubal ini ternyata sajian khas Lampung, bentuknya seperti lontong berbahan dasar ketan dan santan kelapa. Uniknya kue sekubal bisa disajikan bersama pasangan makanan yang rasanya manis maupun gurih, dan salah satu makanan pasangan kue sekubal adalah gulai ayam.
Dari buku ini, saya juga baru tahu kalau kopi itu disebut sebagai minumannya para wali. Awalnya kopi adalah minuman penduduk Yaman lalu menyebar ke seluruh dunia, disebut sebagai minuman para wali karena dengan secangkir kopi para wali bisa mengusir rasa kantuk di malam hari sehingga mereka bisa bermunajat dan bermesraan dengan Tuhan setiap malam. Secangkir kopi bisa membantu para wali istiqamah dalam beribadah, juga membantu para ulama merenung, memecahkan banyak persoalan, serta menulis kitab berjilid-jilid jumlahnya. Penasaran ingin cari tahu soal ini lebih jauh, mari googling dan temukan satu artikel di republika.co.id yang menjelaskan kopi itu minuman para sufi. Sebagai yang suka kopi, hati saya senang membaca informasi ini.
Satu hal lain yang menarik buat saya secara pribadi adalah kentalnya latar pesantren di Suluh Rindu. Dari novel ini saya mengenal yang namanya ujian hafalan riyadhoh, khatam tiap hari selama 40 hari, dengan begitu Al Qur'an seperti menempel di jiwa. Dan momen pamungkas khotmil Qur'an atau takhtim terasa epik buat saya yang orang awam ini. Di momen ini Syifa menyetorkan hafalan 30 juznya yang dengan detail diceritakan di novel ini, mulai dari suasana, tokoh-tokoh yang terlibat, ekspresi, respon, dan bagaimana Syifa menjalani ujian tersebut, misalnya ada maqam/irama Bayati, dan lain sebagainya.
Kebetulan tahun ini saya memasukkan putra saya di sekolah islam terpadu dengan program tahfidz Al Qur'an sehingga ketertarikan saya terasa semakin besar begitu membaca hal-hal seputar edukasi di pesantren yang ada di buku ini.
Sayang sekali memang bahwa pendidikan pesantren masih terdapat praktik senioritas yang berujung kekerasan seperti kasus yang baru-baru ini viral di salah satu pesantren besar di Indonesia memunculkan keraguan terhadap model pendidikan pesantren, padahal intisari ajarannya sendiri saya yakin baik. Dan yang saya suka dari buku ini adalah lewat kisah Syifa dan Ridho ada cerminan bahwa pendidikan pesantren itu bagus, dan orang-orang pesantren itu berpendidikan tinggi dan banyak yang melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Pesantren-pesantren juga bukan hanya sekolah tapi juga memiliki kegiatan bisnis yang maju dan modern. Misalnya di dalam cerita ada tokoh Ridho yang berbisnis ternak nila. Di buku ini bahkan disinggung sedikit tentang cara berternak nila yang ternyata tidak sembarangan. Dikatakan di dalam buku, meskipun budi daya ikan nila termasuk mudah, tapi baiknya diurus oleh yang berpengalaman supaya memperoleh hasil terbaik. Cara panen ikan nila harus apik, harus dilakukan dengan benar agar ikan yang didapat benar-benar berkualitas. Cara panen yang salah akan menghasilkan ikan dengan kualitas yang tidak maksimal dan itu mempengaruhi harga jual. Saat dipanen, ikan nila tidak boleh stress. Sebab kalau ikan stress, akan mudah mati. Karenanya sehari sebelum dipanen, ikan dipuasakan terlebih dahulu agar tidak stress selama proses panen dan distribusi. Waktu panen juga harus diperhatikan serius. Ikan nila sebaiknya dipanen di pagi atau sore hari ketika cuaca tidak panas. Agar ikan tidak stress karena suhu tinggi. Waktu sore hari dianggap terbaik karena udara cenderung lebih rendah. Kolam ikan juga bisa dibuat dengan menggali tanah atau di atas tanah sehingga lebih praktis dan menghemat lahan. Info yang menarik ya :D, terutama untuk saya yang memang suka bercocok tanam dan berternak meski dengan luas rumah di komplek yang terbatas, hobi ini belum sepenuhnya tersalurkan.
Dari novel ini saya juga baru mendengar tentang silat Kumango yang dipelajari oleh santri putra, sedangkan Perisai Diri sudah familiar buat saya sebelumnya. Silat Kumango adalah salah satu silat khas dari tanah Minang yang diciptakan dan dikembangkan oleh Syekh Abdurrahman Al Khalidi, seorang ulama tarekat dan pendekar dari Tanah Datar, Sumatera barat. Langkah dan gerak silat ini diwarnai ajaran tauhid khas kaum sufi. Penamaan gerak dan langkah khas silat Kumango berbeda dengan silat lainnya. Dalam silat Kumanggo memakai istilah islami, yaitu langkah alif-lam, lam-ha, mim-ha, dan mim-dal. Sesuatu yang khas lokal tradisional dalam unsur cerita selalu menarik perhatian saya.
Sudah tertebak sampai di sini barangkali, bahwa di Suluh Rindu banyak tersebar kutipan-kutipan bijak, misalnya yang saya ingat itu tentang pekerjaan atau aktifitas seberat apapun kalau direncanakan dan disiapkan dengan baik akan jadi ringan dan menyenangkan *halaman 20. Akan banyak ditemukan pula refleksi kehidupan dan keislaman, misalnya tentang memilih jodoh dengan tidak melupakan shalat istikharah.
Bahwa harta bukan segalanya seperti yang diucapkan Syifa kepada Lina, bahwa dia tidak mau menuntut hukum hak warisan meski secara hukum ia yakin menang karena baginya harta bukan segalanya, dan lebih mengutamakan menjaga tali silaturahmi, bahwa ia yakin rejeki dan kasih sayang Allah itu melimpah ruah di mana-mana sehinggga tidak perlu risau dengan masa depan. Btw, konflik warisan ini adalah bagian yang saya suka juga karena seru, ada rasa penasaran seperti apa ujung cerita warisan ini dan apa taktik Lina dalam menghadapi kakaknya yang mencuranginya saat pembagian harta.
Ada pula sentilan-sentilan pada pemerintah, soal koruptor, hingga literasi Indonesia. Wawasan ini ada di adegan dimana Ridho berkunjung ke rumah Romo Kyai Mukhlas, kyai kharismatik di Lampung Barat. Di situ Ridho membaca majalan yang diterbitkan oleh sebuah ormas Islam keluaran terbaru. Di sana ada opini dari seorang cendekiawan tentang literasi di Indonesia. Berikut saya kutipkan narasinya di bawah ini
Cendekiawan itu menulis bahwa tingkat literasi di Indonesia sangat memprihatinkan. Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini menempati rangking ke 62 dari 70 negara terkait tingkat literasi. Ini berarti Indonesia masuk dalam golongan 10 negara terbawah dengan tingkat literasi rendah. Literasi sendiri pada pemahaman awalnya adalah kemampuan membaca dan menulis. Kini literasi dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam memahami dan mengolah informasi ketika melakukan proses membaca dan menulis. Jadi membaca dan menulis sebagai dasar literasi tidak bisa ditinggalkan. Literasi juga bisa dipahami sebagai kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan. Kedalaman pengetahuan selalu berbasis pada pemahaman atas informasi yang didapat dari membaca dan menulis. Semakin banyak yang dibaca dan semakin bermutu bahan bacaan yang dibaca, dengan sendirinya pengetahuan semakin luas dan dalam. Cendekiawan itu menyoroti salah satu akar penyebab rendahnya literasi bangsa Indonesia. Menurutnya, selama puluhan tahun perhatian tertuju hanya pada hilir, maksudnya masyarakat yang terus jadi bulan-bulanan penghakiman sebagai pihak yang rendah minat baca dan budaya bacanya. Selalu yang disalahkan masyarakat. perlu untuk melihat bagian hulu. Artinya kehadiran peran negara yang serius dalam menyediakan buku dari Sabang hingga Merauke. Buku harus mencapai masyarakat paling pelosok sekalipun, dalam porsi yang cukup. Negara harus serius berperan mengawal segala proses peningkatan minat baca, sampai seluruh lapisan masyarakat memiliki budaya baca yang ideal.
Narasi tentang literasi dan perpustakaan tersebut mengingatkan saya pada satu obrolan dengan dua orang teman yang tinggal di luar negeri, di Finlandia dan Amerika. Teman saya bercerita di Finlandia itu program membaca sangat marak dan mencapai lingkup sosial paling kecil, setingkat RT dan RW kalau di-Indonesia-kan. Sekolah-sekolah juga memiliki program membaca dan menulis yang terintegrasi dalam kurikulum secara solid dan konsisten. Teman saya yang di Amerika bercerita betapa senangnya dia dengan perpustakaan di sana yang tersedia dimana saja, mudah diakses, tanpa biaya, dan lengkap koleksinya. Kita bahkan bisa memesan buku tertentu yang tidak ada di cabang perpustakaan terdekat, lalu diinformasikan ketika bukunya sudah tersedia. Begitu difasilitasi bacaan karena negara paham penduduk yang melek literasi dan teredukasi jauh lebih mudah 'diatur' dan dikembangkan kearah kemajuan bersama.
Tapi benang merah cerita memang ada di topik cinta dan pernikahan, tentang jodoh yang merupakan rahasia-Nya, wajib didoakan, di istikharahkan, diupayakan dan dijemput dengan jalan yang berkah. Selama ini mungkin banyak yang masih awam atau hanya tahu sedikit-sedikit tentang proses perjodohan secara Islam dengan tahapan taaruf dan lain sebagainya. Dan tidak menutup kemungkinan banyak yang skeptis dengan cara ini atau memandang Islam itu kaku dalam soal perjodohan, apalagi di dunia modern seperti ini. Melalui kisah Suluh Rindu rasanya mata ini terbuka bahwa pernikahan dalam Islam memang dijaga kebaikannya, keberkahannya, dan keutamaannya. Lamaran yang diajukan kepada si calon istri bukan serta merta harus diterima, tapi semuanya dikembalikan keputusannya kepada yang bersangkutan. Tidak ada pula mementukan jodoh seperti membeli kucing dalam karung, karena masing-masing dipersilahkan untuk saling bertemu dahulu atau lewat foto. Sedangkan untuk mengetahui karakter, bisa diupayakan dengan mencari informasi dari teman, keluarga, atau memang kedua orang ini sudah mengenal karena ada di lingkungan sesama pesantren yang saling berinteraksi kegiatannya.
Pada akhirnya yang paling saya suka dari Suluh Rindu adalah muatan agama Islam yang terkandung di dalamnya, juga beragam wawasan dan isu yang diangkat. Saya juga suka latar pesantrennya yang menurut saya berhasil dibangun dengan baik dan terasa kental di dalam cerita dengan perjuangan Syifa sebagai hafidzah 30 juz Al Qur'an. Untuk unsur-unsur cerita, meski ending kisah cinta ini menurut saya terlalu tiba-tiba dan 'mudah', tapi saya suka konflik warisan keluarga Lina dan konflik Syifa dengan pernikahan dan dengan neneknya serta penyelesaian ketiga konflik tersebut.
Siapa Habiburrahman El Shirazy
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY adalah sastrawan dan cendekiawan Indonesia yang memiliki reputasi internasional. Ia adalah sastrawan Asia Tenggara pertama yang mendapatkan penghargaan dari The Istanbul Foundation for Sciences and Culture, Turki. Selain itu, budayawan jebolan Al-Azhar University Cairo ini telah diganjar berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. Insani Undip Semarang, menahbiskan penulis Ayat-Ayat Cinta ini sebagai Novelis No.1 Indonesia.
----------------------------------
-------------------------------------------------------------------------
Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.
Diana Fitri, biasa dipanggil Dipi, adalah seorang ibu yang gemar berkebun, dan rutin berolahraga. Gaya hidup sehat dan bervibrasi positif adalah dua hal yang selalu ia upayakan dalam keseharian. Sambil mengasuh putra satu-satunya, ia juga tetap produktif dan berusaha berkembang secara kognitif, sosial, mental dan spiritual.
Lulusan prodi Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, Dipi lalu melanjutkan studi ke magister konsentrasi Pemasaran, namun pekerjaannya justru banyak berada di bidang edukasi, di antaranya guru di Sekolah Tunas Unggul, sekolah kandidat untuk International Baccalaureate (IB), dan kepala bagian Kemahasiswaan di Universitas Indonesia Membangun. Setelah resign tahun 2016, Dipi membangun personal brand Dipidiff hingga saat ini.
Sebagai Certified BNSP Public Speaker dan Certified BNSP Trainer, serta certified IALC coach, Dipi diundang oleh berbagai komunitas dan Lembaga Pendidikan untuk berbagi topik membaca, menulis, mereviu buku, public speaking, dan pengembangan diri, misalnya di Kementrian Keuangan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, BREED, Woman Urban Book Club, Lions Clubs, Bandung Independent School, The Lady Book Club, Buku Berjalan.id, SMAN 24 Bandung, SMAN 22 Bandung, dan lain-lain. Dipi juga pemateri rutin di platform edukasi www.cakap.com . Dipi meng-coaching-mentoring beberapa remaja dan dewasa di Growth Tracker Program, ini adalah program pribadi, yang membantu (terutama) remaja dan dewasa muda untuk menemukan passion dan mengeluarkan potensi mereka.
Berstatus bookblogger, reviu-reviu buku yang ia tulis selalu menempati entry teratas di halaman pertama mesin pencari Google, menyajikan ulasan terbaik untuk ribuan pembaca setia. Saat ini Dipi adalah brand ambassador untuk Periplus Bandung dan berafiliasi dengan Periplus Indonesia di beberapa event literasi. Dipi juga menjadi Official Reviewer untuk Republika Penerbit dan berpartner resmi dengan MCL Publisher. Kolaborasi buku-bukunya, antara lain dengan One Peach Media, Hanum Salsabiela Rais Management, KPG, Penerbit Pop, Penerbit Renebook, dan Penerbit Serambi. Reviu buku Dipi bisa dijumpai di www.dipidiff.com maupun Instagram @dipidiffofficial. Dipi host di program buku di NBS Radio. Dulu sempat menikmati masa dimana menulis drop script acara Indonesia Kemarin di B Radio bersama penyiar kondang Sofia Rubianto (Nata Nadia). Podcast Dipi bisa diakses di Spotify DipidiffTalks.
Let's encourage each other to shape a better future through education and book recommendation.
Contact Dipidiff at DM Instagram @dipidiffofficial
TERBARU - REVIEW BUKU
Review Buku The Quiet Tenant - Clémence …
23-08-2023 Dipidiff
National Best Seller One of The Most Anticipated Novels of 2023 GMA Buzz Pick A LibraryReads #1 Pick One of The Washington Post’s Notable Summer Books 2023One of Vogue’s Best Books of 2023One of Goodreads’s Most Anticipated Books...
Read moreReview Buku The Only One Left - Riley Sa…
23-07-2023 Dipidiff
Editor's Pick Best Mystery, Thriller & Suspense The Instant New York Times Bestseller Named a summer book to watch by The Washington Post, Boston Globe, USA Today, Oprah, Paste, Country Living, Good Housekeeping, and Nerd Daily Judul...
Read moreReview Buku Helium Mengelilingi Kita - Q…
14-06-2023 Dipidiff
Judul : Helium Mengelilingi Kita Penulis : Qomichi Jenis Buku : Sastra Fiksi, Coming of Age Penerbit : MCL Publisher Tahun Terbit : Maret 2023 Jumlah Halaman : 246 halaman Dimensi Buku : 14 x 20,5...
Read moreReview Buku Earthlings - Sayaka Murata
14-02-2023 Dipidiff
A New York Times Book Review Editors' ChoiceNamed a Best Book of the Year by the New York Times, TIME and Literary HubNamed a Most Anticipated Book by the New York Times, TIME, USA Today, Entertainment Weekly, the Guardian, Vulture, Wired, Literary Hub, Bustle, PopSugar, and Refinery29 Judul...
Read more